Rabu, 22 Oktober 2014

TAFSIRAN 1 TIMOTIUS 6:1-21



                                                              DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….….!
BAB I PENDAHULUAN
1.      Penulis……………….………………………………………………………..1
2.      Tanggal dan tempat…………………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN
I.                   Tanggung jawab seorang budak  (6:1-2a)……………………………………..3
1.      Seorang budak harus hormat terhadap tuannya (2a)………………………4
II.                Kondisi manusia yang mencari harta dunia (6b-10)…………………………...5
1.      Motivasi yang salah untuk beribadah (6: 2b-5)…………………………....6
2.      Mencukupkan diri (6-8)…………………………………………………....7
3.      Akibat cinta uang (9-10)…………………………………………………...8
III.             Nasehat untuk Timotius dan kepada semua orang (11-21)
1.      Nasehat untuk meraih hidup yang kekal (12-13)…………………………..9
2.      Taat terhadap perintah Tuhan (ay. 14-16)…………………………………10
3.      Orang kaya tidak boleh membanggakan dirinya  (17-21)…………………11
4.      Nasehat untuk memelihara kebenaran  (20-21)…………………………....12
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………....................13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..!!

BAB I
   PENDAHULUAN
Surat Timotius adalah surat yang ditulis oleh Paulus kepada Timotius, anak rohani yang dikasihinya. Tidak ada kepastian kapan surat ini dituliskan. Ada yang berpendapat pada tahun 62-63 tetapi ada juga yang berpendapat pada tahun 65-66. Surat ini dimaksudkan agar Timotius tidak merasa takut dan gentar sekalipun usianya masih sangat muda. Oleh sebab itu, paulus menuliskan hal-hal yang harus diingat dan dilakukan oleh Timotius di dalam pelayanannya di Efesus. Dimulai dari nasehat Paulus kepada Timotius mengenai ajaran sesat dan apa yang menjadi tugas Timotius. Paulus juga menjelaskan bagaimana seharusnya kehidupan jemaat, juga tuntutan dan syarat-syarat bagi penilik dan diaken (pasal.1-3)
Paulus juga  mengingatkan kepada Timotius untuk senantiasa berhati-hati terhadap pengajaran yang dilakukan, karena hal itu menjadi hal penting  dan juga Paulus menekankan di dalam kehidupan jemaat yang sering kali menjadi masalah adalah semua orang yang  menanggung beban perbudakan (1Tim.6:1). Paulus juga memberikan beberapa petunjuk dan nasehat kepada parabudak untuk menghormati tuan  oleh sebab itu, penulis akan mempaparkan sikap seperti apa yang diberikan kepada tuannya.  







BAB II
PEMBAHASAN
I.                   Tanggung jawab seorang budak  (6:1-2a)
    Di dalam bagian ini kita melihat bagaimana Paulus secara rinci menggambarkan apa yang seharusnya  dilakukan  seseorang yang menanggung beban perbudakan.  pada ayat 6 paulus menguraikan apa tuntuntan dan syarat-syarat yang harus dimiliki seorang yang menanggung beban perbudakan. istilah menanggung beban perbudakan di sini berarti orang yang berada dibawah kuk perbudakan. kuk dalam bahasa aslinya menggunakan kata ςυγος (pred.pd suby) artinya sebagai budak.  maka dalam ayat ini Paulus menjabarkan apa yang menjadi bagian perbudakan sehingga mereka menganggap tuan mereka layak mendapatkan penghormatan. kata segala penghormatan berarti menyeluruh dan bukan untuk sebagian saja. Paulus memberikan alasan mengapa perbudakan harus menunjukkan sikap hormat terhadap tuan mereka yang percaya dan bukannya mengambil keuntungan dari mereka. Karena Paulus manaruh belas kasihan kepada parabudak dengan memakai   situasi “Jikalau engkau mendapat kesempatan untuk dibebaskan, pergunakan kesempatan itu”. Tetapi seperti diuraikan di atas, Paulus mempunyai pertimbangan-pertimbangan lain untuk tidak mempropagandakan penghapusan perbudakan secara radikal. Sebaliknya, ia menganjurkan budak-budak Kristen untuk menyinarkan terang kasih kristus dilingkungan mereka bagi kemuliaan Allah. Mereka harus menyadari, bahwa tingkah laku yang tidak baik dari mereka akan memberikan kesan kepada khalayak, seakan-akan budak yang menjadi Kristen berubah menjadi orang yang tidak baik. Ini mengakibatkan, bahwa nama Allah dan ajaran kita dihujat orang. Paulus mendidik budak-budak Kristen untuk melihat tugas missioner mereka.

1.      Seorang budak harus hormat terhadap tuannya (2a)
Dalam ayat 2a, Paulus membahas situasi lain, bagaimana seorang budak hormat kepada tuannya dan juga tuan orang kristen, tuan dalam bahasa aslinya menggunakan kata δεσποτης  (pred.pd suby)  karna tidak jarang timbul pada budak itu kecenderungan untuk menyegani tuannya dan menganggapnya sebagai sesama. Untuk menghadapi keadaan ini Paulus ingin mengajarkan sikap yang wajar bagi budak Kristen terhadap tuanya yang Kristen. Paulus memberikan alasanya karena tuan yang menerima berkat pelayanan mereka ialah saudara yang percaya dan yang kekasih, maka seorang budak berusahan berbuat baik kepada mereka.
Paulus juga menjelaskan dalam Galatia 3:28, dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam kristus. Hal ini Paulus mengingatkan budak-budak untuk menghargai tuannya, mencintai dan menghormati sikap baik dari tuannya.[1]
II.                Kondisi manusia yang mencari harta dunia (6b-10)
1.       Motivasi yang salah untuk beribadah (6: 2b-5)
Pada ayat sebelumnya Paulus menasehatkan supaya parabudak menghormati tuanya. Namun dalam bagian ini Paulus berpesan kepada Timotius: ajarkanlah dan nasehatkan semua ini. yang dimaksudkan dengan semuanya ini ialah semua pentujuk yang diberikan diatas mengenai iman yang sejati harus dihidupkan bagi jemaat dan pribadi. Paulus meminta Timotius untuk meneruskan petunjuk-petunjuk itu kepada orang lain berdasarkan perkataan Tuhan Yesus Kristus dan diarahkan kepada penghayatan iman dalam hidup sehari-hari yang sesuai dengan ibadah kita. Iman dalam basaha aslinya menggunakan kata πίστεως.  Oleh sebab  Paulus menunjukkan kelemahan-kelemahan guru-guru sesat, yang telah ia kritik di 1 Tim. 1:4-6, mereka (berlagak atau padahal) tidak tahu apa-apa karena mereka tidak sampai pada inti agama Kristen yaitu kasih (1 Tim 1:7).  Menurut Warren W. Wiersbe mengatakan: pengajaran sesat itu tidak rendah hati, ia seorang yang berlagak tahu; padahal ia tidak memiliki apa-apa yang pantas disombongkan sebab ia tidak tahu apa-apa[2]. Kecenderungan guru sesat itu bagaikan penyakit (lawan dari sehat), yang mencari-cari soal dan bersilat kata, kata berlagak dalam bahasa Yunani adalah  τε-τυφωται: “menyombongkan diri, berlagak tahu”, menunjukkan bahwa mereka menggap dirinya lebih pintar dari pada orang lain. Dalam suana semacam inilah mereka memandang yang lain rendah jika timbul dengki, cidera, fitnah, curiga di situ mereka cenderung untuk mencari kesalahan dan berprasangka terhadap orang lain. Pendangan ini di dukung oleh Everett F. Harrson :   Guru-guru sesat cenderung  berlagak tahu, kata ini melakukan ide tentang pada keangkuhan dan merupakan puncak kebodohan atau tidak tahu apa-apa [3].  
jadi paulus secara tegas memberitahukan kepada Timotius  bahwa sifat-sifat ajaran sesat dan orang-orang berlagak tahu yang mencari kesalahan orang lain. Dalam ayat 5 guru-guru sesat itu dipandang sebagai orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dalam bahasa aslinya menggunakan kata έτερο-διδασκαλεω (imper.pres) berarti  mengajarkan ajaran lain (yang palsu) karena budinya tidak berfungsi baik lagi. Oleh karena itu, inti hidup mereka telah dirusak oleh dosa mereka tidak melakukan ibadah mereka dengan motivasi yang baik, melainkan dengan egois : untuk mencari kehormatan atau untuk mencari keuntungan materiil (mengira ibadah itu adalah sumber keuntungan dalam bahasa aslinya menggunakan kata πορισμος).
2.      Mencukupkan diri (6-8)
Paulus meneruskan apa yang telah dibicarakan diayat 5 ia kemukakan sikap materialistis guru-guru sesat yang mencari keuntungan materiil dari ibadah mereka. Diayat 6, dikatakan  memang ibadah kalua disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar, tetapi yang maksud Paulus keuntungan disini bukan terfokus pada kebutuhan jasmani,  tetapi kebutuhan dalam  rohani, seperti yang telah diuraikan di 1 Tim 4:8  ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. Ini menunjukkan bahwa rasa cukup tidak merupakan syarat untuk memperoleh keuntungan rohani, melainkan akibat dari keuntungan.  Rasa cukup dalam bahasa aslinya mengguakan kata αυταρκεια berarti rasa cukup dengan apa yang ada pada dirinya, tanpa membutuhkan pertolongan dari orang lain. Pada  ayat 7-8 Paulus memberikan alasan  sebab kita tidak membawa sesuatu apa-apa  ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar asalkan ada makanan dan pakaian, cukuplah. Paulus menegaskan rasa cukup dalam arti diwujudkan dengan sikap sudah pausnya orang itu, kalau ia sudah memperoleh makanan dan pakaian.  Pakaian dalam bahasa aslinya σκεπασματα yang secara harafiah berarti: penutup. Ini tidak hanya mencakup pakaian (alat penutup tubuh), melainkan juga tempat tinggal (atap). Paulus menjelaskan supaya mereka mencukupkan diri dalam segala hal karna dalam Filipi 4:11 Paulus mengatakan “sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan”. Jadi, kalau orang sudah memperoleh sandang pangan dan tempat berteduh yang diperlukan sudahlah memandai.[4]
3.      Akibat cinta uang (9-10)
Paulus tidak semata-mata mengecam orang-orang kaya, melainkan mereka yang ingin kaya. Keinginan itu memusatkan perhatian dan perjuangan mereka kepada kerkayaan materiil dan melupakan kekayaan lain. Orang-orang semacam itu mudah terjatuh ke dalam pencobaan, ke-jerah iblis, karena iblis menawarkan kekayaan itu melalui cara-cara yang tidak halal (bdk Mat 4:9). Dalam ayat. 10 uang itu pada diri tidak mengandung dosa, karena dengan uang orang dapat berbuat baik, (Luk. 8:3), tetapi cinta uang adalah akar (dalam bahasa Yunani ριςα) segala kejahatan. menurut Warren W. Wiersbe mengatakan: orang yang bergantung pada benda-benda materi untuk memperoleh sejahtera dari jaminan, tidak akan pernah puas karna benda-benda materi itu akan kehilangan daya tari mereka.[5] Paulus menegaskan bahwa cinta uang dapat dengan mudah membawa seseorang pada cara yang salah untuk mendapatkannya, dan dengan demikian, pada akhirnya, menuju pada penderitaan dan penyesalan. Cinta uang menyiksa dirinya dengan bergai-bagai duka (seperti menusuk dengan pisau). Berbagai-bagai duka itu berwujud : penyesalan, kekecewaan, kehilangan ketetraman hati, pelbagai pengalaman yang menyedihkan sebagai akibat dari perbuatan dosa.

III.             Nasehat untuk Timotius dan kepada semua orang (11-21)
     Sebagaimana dalam ayat 6-8 Paulus khususnya mengecam guru-guru sesat, tetapi secara umum melibatkan semua orang Kristen yang cinta uang, demikian juga dalam ayat 11, Paulus khususnya menunjukkan nasehatnya kepada Timotius (engkau), tetapi nasehat itu secara umum juga berlaku semua orang Kristen. Istilah manusia Allah pertama-tama menunjukkan kepada Timotius, yang dipanggil menjadi hamba Tuhan (bdk ayat. 12,13). Ibadah hidup berkenan pada Allah yaitu hidup yang merupakan penghayatan iman dalam kata-kata dan perbuatan. (1 Tim, 4:7). Kesetiaan di dalam perjuangan untuk kerajaan Allah  mereka harus dapat diandalkan. Kasih bersifat utama dalam penghayatan iman Kristen (bdk 1Tim1:5). Kesabaran lebih tepat : ketekunan. Di dalam perjuangan orang Kristen dibutuhkan ketekunan, jangan cepat-cepat orang itu putus asa. Kelemah lembutan bersikap sabar terhadap orang lain, dapat mengampuni. Menurut Dianne Bergant: Timotius adalah abadi Allah, bukan untuk  mencari uang, ia mencari keutamaan yang membangun jemaat, seperti kesalehan, iman, pelayanan kasih, ketekunan dan kelemah-lembutan, ajaran yang sejati tidak memecah-belah jemaat dan tidak menyebabkan kesombongan. Tugas Timotius adalah saksi setia Kristus memberitakan Injil.[6]
1.      Nasehat untuk meraih hidup yang kekal (12-13)
Paulus suka menggunakan ilustrasi-ilustrasi dari dunia olah raga (1 Kol 9:24-26), perjuangan yang harus  dilakukan orang Kristen disebut pertandingan iman, karena iman adalah yang memberikan kekuatan untuk perjuangan itu dan iman adalah sekaligus kekayaan yang harus dipelihara dalam pertandingan itu II Tim 4:7, Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.  Pertandingan iman itu disebut pertandingan yang benar (dalam bahasa Yunani άγω-νισου, imper,present artinya: bertanding, berjuang terus-menerus), karna ada perjuangan-perjuangan  lain yang tidak baik, Misalnya yang memperjuangkan seperti yang dilakukan oleh guru-guru sesat (I Tim 6:5) rebutlah hidup yang kekal berarti : raihlah hidup kekal sebagai piala kemenangan dalam pertandingan itu (Fil 3:14). Untuk menghilangkan kesan seakan-akan manusia dapat memperoleh hidup kekal dengan usahannya sendiri, Paulus menambahkan : Untuk itulah engkau telah dipanggil. Tuhanlah yang dalam anugrah-Nya memanggil manusia kepada hidup yang kekal ( I Tes 2:12, Ef 3:7,20), dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi, hal ini menunjuk kepada baptisan Timotius. Pada kesempatan ini Timotius mengaku imanya di depan banyak saksi (bdk Rm 10:9) dan mengucapkan janji untuk mengikut Yesus dengan setia. Maka dalam ayat 12 ini Paulus mengingatkan Timotius akan peristiwa akan perjuangan iman dan meraih hidup kekal, karena ia telah dipanggil untuk itu, ia telah mengikrarkan iman dan janji-janji pada saat itu. Apa yang dikatakan di aya 12 ini berlaku untuk semua orang percaya (bdk II 4;7,8). Tetapi pelaksanaan perjuangan iman itu dalam hidup perseorangan orang Kristen berbeda-beda menurut tugas panggilan hidupnya masing-masing. Dalam ayat. 13 dengan dihadapan Allah dihadapan Kristus Yesus Paulus menggil Allah dan Kristus sebagai saksi untuk apa yang dikatakan.
Ungkapan ini memberikan tekanan berat atas permintaan berikut (kuserukan kepadamu). Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu kata-kata ini tidak hanya menunjuk kepada Allah Al-Khalik, melainkan juga kepada Dia yang memberi hidup baru Roma 6:4 atau Efesus 2:5 yang memampukan orang untuk melakukan perjuangan iman. Timotius tidak perlu bimbang tentang kemampuan itu kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang benar dimuka Pontius Pilatus, Yesus bersaksi tentang kebenaran yang sejati.  Yesus dipakai sebagai teladan dan untuk menguatkan tekad Timotius, bila ia bersaksi tentang kebenaran iman ditengah-tengah perlawan-perlawanan.
2.      Taat terhadap perintah Tuhan (ay. 14-16)
Perintah ini menunjukkan kepada pemberian tugas pembinaan iman jemaat yang dipercayakan kepada Timotius (1Tim. 1:5,18), terutama pembelaan iman yang benar ditengah-tengah ajaran-ajaran yang sesat. Dengan tidak bercacat dan tidak bercelah, tidak hanya isi harus dipertahankan semurni-murninya, melainkan juga perjuangan itu harus memakai cara-cara yang baik, sesuai dengan hati yang baik (1 Tim. 1:18-19). Hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya tugas itu selesai pada saat Tuhan Yesus datang kedua kalinya (menyatakan diri-Nya) dan meminta pertanggungjawab dari semua hamba-Nya tentang tugas yang mereka laksanakan (bdk 1 Kor. 3:13;4:4,5 2Kor 5:10.) Dalam ayat 15 ini menggambarkan kemuliaan kedatangan Yesus yang kedua kalinya yang mahamulia (penuh bahagia) dan mahakuasa (penguasa yang satu-satunya dan raja di atas segala raja dan tuan di atas segala tuan). Mengingat masa depan yang mulia itu Timotius tidak perlu takut menghadapi bahaya dan ancaman apapun. Dalam ayat 16 ini lebih memperlihatkan lagi kemahamuliaan Allah. Rangkaian kepujian bagi Allah mencapai puncaknya, ketika Paulus mengakhiri doxology itu dengan kata-kata bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal sama seperti di dalam jemaat Kristen pertama doxology semacam itu diakhiri dengan Amin.

3.      Orang kaya tidak boleh membanggakan dirinya  (17-21)
Paulus kembali lagi pada masalah kekayaan yang telah dibahas dalam ayat 9-14. dalam ayat 17, Paulus perkata kepada Timotius untuk memberikan peringatan kepada orang-orang kaya di dunia ini artinya; mereka kaya hanya di dunia ini. Tetapi mereka miskin di dunia yang akan datang, mereka tidak kaya dihadapan Allah. Paulus mengutip di dalam injil Lukas 12:21, demikialan jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jika ia tidak kaya di hadapan Allah. Menurut William Barclay mengatakan bahwa : Mereka jangan tinggi hati tidak ada alasan bagi orang-orang itu untuk meninggikan diri, karena kekayaan mereka hanya sementara saja. Jangan mereka berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, Ini mengingatkan kita pada Matius 6:20, tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar harta serta mencurinya.
  Dengan demikian Paulus menyebut dua alasan mengapa orang jangan berharap pada kekayaan materiil : kekayaan itu berlaku untuk dunia ini saja, kekayaan itu pun tidak senantiasa bisa diandalkan. Melainkan (berharap) pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita harta yang berkelimpahan. Karna kekayaan di dunia ini  dapat mengecewakan, dapat dirampas atau hilang karena ada sebab-sebab lain. Tetapi barang siapa berharap pada Allah yang merupakan sumber kekayaan dan segala berkat, tidak akan dikecewakan Matius 6:33, “tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Hal ini Paulus mengacam pantangan-pantangan dari ajaran sesat[7]. Tuhan telah menciptakan dan memberikan segala sesuatu untuk dinikmati oleh manusia.  Dalam ayat 18. Sebaliknya, ia menulis apa yang mereka lakukan: berbuat baik dengan kekayaan mereka, dan menjadi kaya dalam kebijakan. Dengan melakukan kebijakan-kebijakan itu mereka mengumpulkan kekayaan yang sejati di sorga (Mat. 6:20). Perbedaan antara suka memberi dengan membagi adalah  di dalam membagi sipemberi tidak sekedar memberi, melainkan ia berdiri disamping orang yang membutuhkan, ikut merasakan dengannya dan membagi dari miliknya kepada orang lain.  dalam ayat, 19. Paulus kembali mengingatkan ucapan Tuhan Yesus, Matius 6:20 ”kumpulkanlah bagimu harta disorga”. Yang dimaksudkan dalam ayat ini, ialah bahwa dengan melakukan kebajikan dan perbuatan baik orang percaya meletakkan dasar yang baik untuk memperoleh hidup yang kekal (hidup yang sebenarnya).
4.      Nasehat untuk memelihara kebenaran  (20-21)
Dalam ayat 20, dengan menyapa hai Timotius, pada akhir surat ini Paulus ingin meminta perhatian sacara khusus dari Timotius untuk hal yang berikut. Peliharalah dalam bahasa bahasa Yunani φυλαξον aor. Imper. φολασσω artinya : menjagalah, memelihara. Apa yang telah dipercayakan kepadamu ungkapan ini juga dipakai juga dipakai (1Tim. 1:11, 2Tim 1:14; 2:2) wujud dari apa yang dipercayakan itu dapat disimpulkan dari isi surat-surat pastoral yaitu; injil dan pemberintaannya serta pembinaan jemaat dalam menghayati imannya kepada Yesus, baik dalam ajaran maupun didalam kelakuan, baik untuk perseorangan maupun untuk kehidupan jemaat. Kata jagalah menunjukkan betapa pentingnya Paulus menanggap tugas melindungi injil terhadap seranga-serangan ajaran sesat. Generasi-generasi penerus harus senantiasa menjaga kemurian Injil. Sebab Ajaran sesat itu disebut tidak suci, karena sekalipun mengunakan kata-kata yang suci, isinya melawan kesucian injil.  Pada ayat 21, Paulus menegaskan  para pengajar ajaran sesat itu disebut mengimpang dari iman, bukan saja karena ajaran mereka menyimpang dari kebenaran injil melainkan juga karena cara mengajar mereka tidak sesuai dengan sifat Injil kekuatan Injil terletak di dalam penghayatannya dalam hidup dan bukan dalam sistim pemikiran dan kata-kata yang indah (bdk Roma 1:16), kata kamu ditulis dalam bentuk jamak menunjukkan bahwa sekalipun surat ini ditulis kepada Timotius dimaksudkan juga supaya dibacakan oleh jemaat. Apa yang ditulis  tentang iman dan penghayatan perlu diketahui oleh seluruh jemaat. Menurut Donald Guthrie mengatakan bahwa kasih karunia menyertai kamu adalah bentuk khas salam Kristen yang dipakai oleh Paulus mengakhiri suatu surat kirimannya.[8]









BAB III
KESIMPULAN
Dalam 1 Timotius 6:1-21, Paulus menasehatkan parabudak untuk lebih menghormati  tuan mereka sendiri yang berjerih payah membantu mereka untuk mengajar. Paulus memberikan nasehat atau tugas kepada Timotius untuk memberitakan Injil, dan meluruskan pikiran orang-orang  yang beranggapan bahwa ibadah itu adalah suatu keuntungan bagi mereka. Paulus juga mengingatkan kepada Timotius untuk berhati-hati  terhadap pengajaran ajaran sesat, paulus menekankan kepada Timotius untuk menjauhkan segala kejahatan yang tidak berkenan dalam ibadah. Paulus mendorong Timotius untuk mengejar keadilan dalam ibadah, kesetian, kasih, kesabaran dan kelembutan. Timotius juga harus bertanding dalam pertandingan iman yang benar dan merebut hidup yang kekal dengan memeliharanya dalam hati apa yang telah dipercayakan  kepadamu oleh Tuhan.








Daftar pustaka
Harrison F. Everett
2008, The Wycliffe Bible Commentary
Barclay William,
            2006. pemahaman Alkitab setiap hari Surat 1&2 Timotius, Titus, Filemon
Guthrie Donald,
            1974, tafsiran Alkitab Masa kini
Dr.R Budiman
            2008, Surat-Surat Pastoral  1&2 Timotius dan Titus
Bergant Dianne
            2002, Tafsiran Alkitab perjanjian baru
Wiersbe W. Warren
            2000, Setia di dalam Kristus




[1] Dr.R Budiman, Surat-Surat Pastoral  1&2 Timotius dan Titus (Jakarta: Gunung Mulia, 2008). Hal 56

[2] Warren W. Wiersbe, Setia di dalam Kristus ( Bandung: Yayasan kalam hidup, 2000) hl.92-9
[3]  Everett  F. Harrison,  The Wycliffe Bible Commentary: (Jakarta: Gandum Mas, 1962.) hal. 881
[4] Budiman, 60
[5] Warren W. Wiersbe,  hl.95-96
[6] Dianne Bergant Tafsiran Alkitab perjanjian baru (Jakarta: Kanisius, 2002). Hal 395
[7] William Barclay, pemahaman Alkitab setiap hari Surat 1&2 Timotius, Titus, Filemon (Jakarta: Gunung Mulia, 2006). Hal 190
[8] Donald Guthrie , tafsiran Alkitab Masa kini (Tafsiran Alkitab masa kini,(Jakarta: yayasan komunikasi bina kasih 1974,) hal. 702             

TAFSIRAN ROMA 8:31-39



DAFTAR ISI
Daftar isi
Bab 1. Pendahuluan...........................................................................................2
Bab 2. Pembahasan
I.              Allah yang memihak kepada umat-Nya....................................................3
I.1.    Siapakah yang akan Melawan?........................................................3-4
I.2.    Tidak Menyayangkan Anak-Nya......................................................4-5
II.      Siapakah yang Menggugat dan Memisahkan Kita dari Kasih Kristus?........5-9
III.    Kasih yang Berasal dari Allah...................................................................9
III.1. Lebih dari Pemenang.......................................................................9-10
III.2. Tanpa Halangan..............................................................................10-11
Kesimpulan..........................................................................................................12
Daftar Pustaka






BAB I
PENDAHULUAN
            Roma 8 bisa dikatakan puncak surat Roma sampai kini. Secara khusus, bagian ini menjawab pertanyaan dalam pasal 7:24: siapakah yang akan melepaskan aku..? Pembebasnya adalah Roh (kata yang sampai sekarang hanya muncul sebanyak lima kali dari 29 kali dalam bab ini saja), yang tidak lain adalah kekuatan dari Kristus, yang bangkit dan hadir dari dunia. Roh ini memberikan vasilitas yang tidak pernah dapat diberikan oleh hukum Musa. Ayat 31-39 ini menyajikan kesimpulan dari pasal 8:31-38, bahkan dari keempat pasal terakhir (5-8) dalam keseluruhannya. Ayat 31 kesimpulan itu berupa pertanyaan singkat; dalam ayat 39 Paulus mengulangnya berupa penegasan. Ayat 32 menguraikan bahwa “Allahdi pihak kita”, ayat 33-34 menunjukkan perlawanan terhadap kita, 35-38 menyebut siapa “yang akan melawan kita”. Gaya bahasa dalam bagian ini begitu hidup, sehingga ada penafsir yang menduga bahwa di sini kita menemukan gaya yang dipakai oleh Paulus dalam khotbah di depan jemaat.
            Kita dapat mencatat lagi bahwa pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dalam perikop ini lain sifatnya dari yang telah kita temukan dalam 3:1-8; 3:31; 6:1, 15; 7:7,13. Di situ pertanyaan datang dari pihak lawan Paulus, yang adalah lawan Injil, dan bernada mengancam dan mendesak. Di sini pertanyaan-pertanyaan diajukan oleh pemberita Injil, yaitu Paulus sendiri, dan seakan-akan menantang lawan tersebut dengan keyakinan bahwa lawan itu telah dikalahkan.[1]



BAB II : PEMBAHASAN
I.                  Allah Yang Memihak Kepada Umat-Nya (ay. 31-32)
Paulus dalam hal ini ingin menunjukkan bagaimana Tuhan bekerja bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Sehingga Paulus menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada ay.31 khususnya, yang jawabnya “tidak ada”.
I.1. Siapakah Yang Akan Melawan? (ay.31)
Jika kita perhatikan ayat 31 merupakan beberapa pertanyaan yang di buat oleh Rasul Paulus dalam  kitab Roma yang berhubungan dengan iman mereka. Juga kita perhatikan pada ayat 31 ini merupakan pertanyaan yang retoris, yang hanya dapat di jawab “tidak ada”. Dalam ayat ini (31) menyatakan bahwa Allah ‘di pihak’, Yunani huper, . Perkataan huper itu muncul dengan arti yang sama dalam Markus 9:40; demikian juga dalam Rom. 5:7. Maka huper itu mengungkapkan dengan singkat apa yang dinyatakan dalam ayat 28,[2] bahwa Allah mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.
Jika kita perhatikan pertanyaan terakhir dari ay. 31, berarti ingin menyatakan bahwa sebanyak apa pun musuh kita atau walau pun mereka berlapis-lapis dan tangguh-tangguh ingin menyerang kita, merka tidak akan mampu melawan karena Tuhan ada di pihak kita. Menurut John R.W. Stott tentang pertanyaan yang di buat oleh Paulus adalah,
But paul does not ask this naive question. the essence of this question in contained in the "if" clause: ‘If [rather, ‘since’] God is for us, who can be against us?’ Paul is not saying that the claim ‘God is for us’ can be made by everybody. In fact, perhaps the most terrible words which human ears could ever hear are those which God uttered many times in the Old Testament: ‘ “I am against you.” Declares the Lord.’ this being so, who can be against us? to that question there is no answer. all the powers of hell may set themselves together against us. but they can never prevail, since God is on our side.” [3]
I.2. Tidak Menyayangkan Anak-Nya (ay. 32)
            Pada ayat 32 menyatakan adanya kepastian keselamatan yang akan datang (ayat 17-18,29-30) didasarkan pada perbuatan Allah yang menentukan itu, yaitu penyerahan Anak-Nya (bnd. 3:25). Di dalamnya, yakni dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, tercantum segala sesuatu yang disebut dalam pasal 8:1-30. Maka penyerahan itu merupakan jaminan bahwa segala sesuatu akan diberikan pula kepada kita. Jika kita lihat pendapat Douglas J. Moo tentang hal ini bahwa:
“the lack of connecting conjunction between this verse and V.31 is the typical of this paragraph, lending it a solemn and elevated style. but the implicit connection is with "for us": God being "for us" has its deepest demonstration that should leave us in no doubt about is commitment to be "for us" right up to, and including, the end.”[4]
William Barclay menyatakan, ini merupakan salah satu nats yang paling puitis yang pernah di tulis oleh Paulus. Dalam ayat 32, ia menulis suatu sindiran bagi setiap orang Yahudi yang mengenal perjanjian Lama dengan baik. Paulus berkata; Allah, demi kepentingan kita tidak menyayangkan AnakNya sendiri; dan itu adalah jaminan bahwa Ia megasihi kita dan akan mencukupkan segala kebutuhan kita.[5]
Jika kita perhatikan pada ayat 32, banyak para ahli seperti William B, John Stott, Van den End, Tremper Longman III dan David E. Garland, dll, menyatakan bahwa Paulus di sini memakai kata-kata yang mengarahkan perhatian pembaca ke nas Kejadian 22:16. Di situ mengenai Abraham pun dikatakan bahwa ia “tidak menyayangkan anaknya sendiri”, sehingga ia akan menyerahkannnya pada Tuhan. Penyerahan Kristus bagi kita bukan suatu yang abstrak, melainkan tindakan seorang bapak, tindakan Allah Bapa, yang menyayat hati. Dari situ kita dapat mangatakan bahwa besaarnya kasih Allah bagi kita. Juga dapat kita perhatikan bahwa Paulus memakai persamaan ini untuk menekankan kasih Bapak dan ketaatan Anak.
II.      Siapakah Yang Menggugat dan Memisahkan Kita dari Kasih Kristus (ay.33-36)
Pada ayat 33-34 kita dapat memperhatikan tanda baca, dalam kedua ayat ini kita menghadapi masalah yang berhubungan dengan tanda-tanda baca. Jika kita perhatikan yang muncul dalam kalimat berikutnya bukan jawaban, melainkan pertanyaan baru. Sama seperti dalam ayat 31b, pertanyaan itu diawali dengan pernyataan yang tegas: Allahlah yang membenarkan.
Kita dapat menerimanya sebagai dua pernyataan sebagai berikut: pertama, Allah membebaskan manusia, itulah yang pertama. Jika demikian, siapakah yang akan menggugat mereka? Jika manusia dibebaskan oleh Allah, maka ia juga dibebaskan dari segala gugatan. Kedua, Iman kita da di dalam Kristus yang mati dan bangkit kembali dan yang hidup selama-lamanya. Jika demikian, adakah sesuatu di dalam dunia ini atau sesuatu dari dunia lain yang dapat memisahkan kita dari Tuhan kita yang telah bangkit itu?[6]
Maka dengan demikian muncullah dua kebenaran yang besar. (a) Allah yang membebaskan kita . oleh karena itu tak ada seorang pun yang dapat mempersalahkan kita. (b) Kristus telah bangkit; oleh karena itu tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari Dia.
Kita perhatikan dasar keyakinan yang telah diungkapkan dalam kedua pertanyaan yang sebenarnya bukan pertanyaan itu. Dasar itu ialah Yesus Kristus. Siapakah Dia dinyatakan dalam tiga sebutan singkat: yang telah mati, yang telah bangkit (yang memang lebih besar, karena berkat kebangkitan itu kita dapat memetik buah atas pengorbanan-Nya), yang juga duduk di sebelah kanan Allah. Paulus mengemukakan sesuatu yang mengherankan. Ia mengatakan empat hal mengenai Yesus yaitu, Ia telah mati, Ia telah bangkit kembali, Ia duduk di sebelah kanan Allah, dan Ia menjadi pembela kita di sana. Kata-kata terakhir ini, yang bagi kita sudah sangat akrab karena tampilnya dalam pengakuan Iman Rasuli., merupakan kutipan dari Mazmur 110:1. Dengan Yesus dinyatakan sebagai Raja Mesias. Kata-kata “di sebelah kanan” tidak menunjukkan tempat tubuh Yesus Kristus, akan tetapi kuasa-Nya yang agung.[7]
Ada jalan lain untuk menguraikan pertanyaan yang dibuat oleh paulus. Allah telah membebaskan kita, lalu siapa yang dapat menggugat kita? Jawabnya ialah Hakim bagi seluruh umat manusia, yaitu Yesus Kristus. Ialah satu-satunya yang mempunyai hak untuk menggugat, tetapi bukan itu yang Ia lakukan, Ia duduk di sebelah kanan Allah membela kita, dan oleh karenanya kita selamat.
Saya kira uraian yang kedua ini benar. Dengan satu lompatan pemikiran yang berani Paulus melihat Kristus, tidak sebagai Hakim, melainkan sebagai Dia yang mengasihi jiwa manusia.
Kemudian kita perhatikan ayat 35, dalam ayat-ayat sebelumnya Paulus telah mengucapkan keyakinan bahwa Kristus pembela bagi kita pada Allah. “Siapa” yang dimaksud  dalam pembukaan kalimat ini  yaitu  setiap lawan, apakah pribadi atau tidak.[8] Hal yang ingin ditunjukkan paulus dalam ayat sebelumnya dan ayat ini (35) ialah, halangan-halangan atau kesusahan besar tidak dapat memisahkan kita dari Kristus. Kata “memisahakan” dalam bahasa Yunani “χωρισει, fut. Χωρίζω”. Melalui kalimat yang dituliskan oleh rasul Paulus, dia ingin menyatakan bahwa tidak akan ada yang dapat memberi pemisah antara manusia dengan kasih Yesus Kristus. Karena dalam ayat sebelumnya, melalui kematian-Nya di kayu salib Dia membela kita dan itu merupakan bukti kasih yang sangat luar biasa yang diberikan Yesus.
Oleh karena itu Paulus menunjukkan beberapa halangan-halangan yang membuat manusia sangat sulit untuk meresponi kasih Yesus dan ingin menunjukkan walaupun halangan itu ada tapi tidak dapat memisahkan manusia dari kasih Kristus. Halangan-halangan tersebut ialah: penindasan, kesesakan, penganiayaan, ketelanjangan, kelaparan atau bahaya pedang. Kita dapat melihat pandangan atau tanggapan para ahli dalam hal ini. Mereka mengatakan: “Dalam gairah kepercayaan Paulus menentang segala yang mungkin dapat menjadi penghalang. Ada kelompok penentang yaitu, menyebut penderitaan-penderitaan sementara, yang biasa dialami oleh merekayang mengaku Kristus, yang menderita bersama Dia dan akan mendapat kemuliaan bersama Dia juga”.[9] Penderitan-penderitaan ini memang ada, seperti diketahui oleh Paulus sendiri (bnd. 16:4; 1 Kor. 4:11).
Pertama sekali disebut ialah penindasan, Yunani thlipsis (θλῐψις). Dari ketujuh istilahnya, yang ini yang paling sering muncul dalam Perjanjian Baru dan paling luas artinya. Kita juga menemukannya pula dalam Perjanjian Lama (terjemahan Yunani) dalam hubungan penderitaan umat Israel.[10] Kemudian menyusul yang kedua, kata kesesakan. Perbedaan dengan penindasan tidak begitu jelas. Ada yang mengartikan yang pertama itu sebagai tekanan dari luar, sedangkan ‘kesesakan’ adalah tekanan batin yang menjadi akibatnya. Kesesakan itu pun dapat menjadi pencobaan, sebab mencegah tetap percaya pada janji Allah, sehingga cenderung menyarah. Calvin menyebut contoh Abraham dalam Kejadian 12:10-20.[11] Ketiga ialah penganiayaan. Rasul Paulus dalam hal ini ingin menunjukkan penganiayaan pun tidak dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Hal ini dikatakan Paulus karena dia telah mengalami penganiayaan tersebut (2 Kor. 11: 24), berkali-kali mengalami penganiayaan dari pihat musuh mereka, seperti yang dikisahkan dalam kitab Kisah Rasul.
Ketiga penderitaan berikutnya, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, menandakan keadaan umum orang Kristen yang menjadi akibat penganiayaan. Akibat dari ketelanjangan yang ke tiga ini menunjukkan bahwa orang Kristen kehilangan miliknya, bahakan barang yang menjadi kebutuhan pokoknya, seperti makanan dan pakaian. “Ketelanjangan” ini meunjukkan bahwa barang atau pun bahan untuk membuat pakaian direbut oleh orang-orang yang membenci orang-orang  Kristen. “Bahaya” merupakan suatu ancaman yang datang untuk menghancurkan suatu pribadi atau yang lain. Ini jugalah yang dialami oleh orang-orang Kristen, mereka sering dihantui oleh ancaman-ancaman dari sekitar mereka yang menginginkan kehancuran mereka. Walau pun demikian melihat dari kehidupan orang Kristen, mereka tetap berjuang untuk tetap bertahan dari bahaya atau ancaman.
Bagian terakhir yang menjadi halangan yang dituliskan oleh Paulus yaitu Pedang, ini mengacu pada penganiayaan tertinggi dan terakhir, yaitu pembunuhan atas diri orang Kristen. Kita menemukan pula dalam Ibrani 11:37. Menurut tradisi, Paulus sendiri mati ‘oleh pedang’, karena kepalanya dipenggal sekitar tahun 64 M.[12] Semua hal yang dituliskan oleh Paulus tersebut sudah dialami oleh Paulus selama dia hidup dan menjadi orang Kristen yang benar-benar mengikut Yesus.
Kemudian kita perhatikan ayat 36, ini merupakan kutipan yang di ambil dari Perjanjian Lama yaitu dari Mazmur 44:23. Kalimat ini menunjukkan keadaan orang Kristen yang mengalami pencobaan, ini juga menunjukkan betapa dalamnya Paulus ingin mengatakan atau mempertegas kepada Jemaat di Roma bahwa sejak Perjanjian Lama kehidupan orang-orang yang mengikut pada kebenaran, contoh seperti umat pilihan Allah juga mengalami hal-hal seperti yang tertulis di atas.
Menurut Douglas J. Moo: “This verse is something of an interruption in the flow of thought, and one that is typical for Paul. for he is constantly concerned to show that the sufferings experienced by Christian should occasion no surprise (see a similar interruption in Phil.1:9). here Paul cites Ps.44:22 (LXX 43:22) to show, as Calvin puts it, that "it is no new thing for the Lord to permit his saints to be undeservedly exposed to the cruelty of the ungodly”.[13]

III.           Kasih yang Berasal dari Allah. (ay.37-39)
Berikut ini merupakan penegasan yang di tuliskan oleh Paulus bahwa apapun yang ada di bumi dan yang ada di langit tidak akan dapat memisahkan ataupu yang menjadi penghalang antara ciptaan dengan Allah, dengan demikian kematian Yesuslah yang menjadi bukti.
III.1.    Lebih dari Pemenang (ay.37)
            Kalimat pada ayat 7a menyatakan “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang”. Jika kita perhatikan empat kata pertama, ingin menunjukkan semua hal yang telah di tuliskan oleh Paulus pada ayat sebelumnya, yaitu penderitaan-penderitaan yang dihadapi oleh umat Kristen. Dikatakan lagi “kita lebih....yang menang”, berarti adanya suatu keunggulan atau status yang tinggi. Jika kita perhatikan dengan teliti kalimat ini, maka kita akan melihat suatu hal yang bisa dikataka “di atasnya yang paling tinggi”. Maksudnya di situ adalah jika kita menggunakan angka 1-5 dan angka merupakan angka yang paling tinggi, oleh karena suatu hal yang khusus maka di atas angka 5 itu masih ada. Demikianlah yang ingin dikatakn dalam kalimat ini, adanya kekhususan yang dimiliki oleh orang yang percaya. Jika kita pikirkan yang dikatakan lebih daripada orang-orang yang menang, itu merupakan suatu hal yang sangat khusus, karena jika sudah menang, ya menang tidak ada lagi di atasnya, akan tetapi dalam hal ini paulus ingin mengatakan bahwa orang-orang percaya itu memang memiliki kekhususan.
            Kata “menang” berasal dari kata ύπερνικῶμεν, pres, act. dalam bahasa Latin: Super.  Hal ini hanya akan diperoleh karena Allah yang mengasihi kita, yang ditunjukkan melalui kematian Yesus Kristus. Kemenangan yang diperoleh bukanlah karena manusia itu sendiri, namun dalam hal ini Paulus menunjukkan bahwa kemenangan itu hanya dari Allah saja secara cuma-cuma melalui Yesus saja yaitu kemenangan melalui kebangkitan-Nya.
III.2.    Tanpa Halangan (ay. 38-39)
Van den End melihat ayat 38, adanya perubahan dalam hal oknum yaitu dai kata ‘kita’ menjadi ‘aku’, seakan-akan ia mengikirkan imannya sendiri.[14] Paulus menunjukkan keyakinannya sebagai orang yang percaya, bahwa apa pun yang ada di langit, di bumi dan di bawah tanah tidak akan ada yang sanggup untuk menghalangi kasih yang diberikan Allah kepada manusia. Ayat 38-39b, Paulus memberikan beberapa yang menjadi penghalang-penghalang sekali pun itu tidak dapat menghalangi kasih tersebut.
a.       Maut, ini merupakan kematian yang kekal atau dengan perkataan lain adalah kebinasaan dan tak seorang pun dapat keluar dari dalamnya (bnd. 6:23),
b.      Hidup, ini merujuk pada kehidupan manusia di bumi,
c.       Malaikat-malaikat, bisa dikatakan sebagai hamba yang setia dan melayani Tuhan dalam kerajaan-Nya,
d.      Pemerintah-pemerintah, yang merupakan penguasa di suatu daerah tertentu atau yang memerintah di suatu daerah,
e.       Kuasa-kuasa, yang ingin dikatakan dalam hal ini adalah kuasa-kuasa yang berada di luar Kristus, baik yang di atas maupun di bawah,
f.       Makhluk lain, ini bisa dikatakan makhluk jahat yang terdapat dalam berbagai macam bentuk atau apapun itu yang termasuk jajaran ‘makhluk’ tambahan di seluruh dunia ini.
Itulah macam-macam penghalang tersebut walaupun tidak dapat menghalangi kasih Allah. Paulus sengaja menunjukkan penghalang yang besar supaya orang yang membaca dan melihatnya tidak takut, sehingga mereka juga memiliki keyakinan Iman seperti yang dimiliki oleh Paulus. Perlu juga kita perhatikan mengapa Paulus menuliskan ‘hidup’, kalau ‘maut’ wajarlah membenci orang-orang yang percaya. Mungkin dia ingin mengatakan hal demikian yaitu mencakup kehidupan kita di dunia, atau bisa juga diartikan sebagai kehidupan dalam daging (ay.8).
Semua ancaman tersebut tidak dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Melalui pemahaman yang kita miliki bahwa kasih Kristuslah yang sering atau dalam kita pahami. Namun yang perlu dan sanga penting kita perhatikan adalah ini merupakan suatu hal yang sempurna. Kenapa? Karena dalam hal ini Allah menunjukkan kasih-Nya dan itu ditunjukkan dalam Kristus Yesus yang mengasihi kita samapai pada kayu salib.kasih Allah sungguh-sungguh menyatakan diri-Nya dan kasih-Nya kepada semua orang-orang berdosa dan orang yang percaya dalam nama-Nya. Jika memahami hal ini tujuan dan maksudnya sangat dalam, bagaimana Allah bekerja dalam hidup manusia.


KESIMPULAN
            Paulus ingin supaya orang-orang yang percaya pada Yesus Kristus yang adalah Allah, yang menunjukkan kasih dan tidak takut, bimbang atau ragu dalam Iman yang dimiliki, karena apa pun yang menjadi ancaman tidak dapat memisahkan kita dari kasih Allah melalui Yesus Kristus atau dengan perkataan lain Allah yang bekerja dalam diri setipa orang yang percaya. Ayat 31-39 ini menunjukkan makna paling dalam, secara khusus kita lihat ‘dalam Yesus Kristus’. Yesus adalah tempat kasih Allah untuk menyatakan diri-Nya.













DAFTAR PUSTAKA

Barclay, William.
            2011. Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Jakarta:Gunung Mulia
Dr.Th. Van den End.
            2010. Tafsiran Surat Roma Jakarta: Gunung MUlia.
Guthrie. Donald.
            1974. Tafsiran Alkitab Masa kini, Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih.
Stott. R.W. John.
1994. The Message Of Romans, England: Inter-Varsity Press.
Moo J. Douglas.
1996. The Epistle Of The Romans, Cambridge: Grand Rapids, Michigan.



[1] Dr. Th. Van den End, Tafsiran Surat Roma (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), Hal. 462
[2] Ibid. Hal. 463
[3] John R.W. Stott, The Message Of Romans. (Inter-Varsity Press,1994) Hal. 254
[4] Douglas J. Moo, The Epistle Of The Romans. (Cambridge: Grand Rapids, Michigan, 1996), hal 539
[5] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari. (Jakarta:Gunung Mulia, 2011), Hal. 175
[6] Ibid. William Barclay, hal 176
[7] Opcit. Dr. Van den End. Hal. 469
[8] Opcit. Douglas J. Moo. Hal. 543
[9] Donald Guthrie,Tafsiran Alkitab Masa Kini(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,1974) Hal. 444
[10] Opcit. Van den End, Hal 471
[11] Ibid. Van den End, hal 472
[12] Ibid. Van den End, hal 472
[13] Opcit. Douglas J. Moo, hal. 544
[14] Opcit. Van den End, hal 475