Selasa, 21 Oktober 2014

TEOLOGI SISTEMATIKA 2

Teologi Sistematika 2
(Manusia, Dosa dan Keselamatan)
OLEH PDT.JOSUA B.T.M SIAHAAN.M.Th

1.       Penciptaan dan pribadi manusia:
1.1. Asal manusia menurut Alkitab
Dalam Kejadian 2:7 disebutkan bahwa Tuhan Allah membetuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya.
Manusia
Daging (basar)
Jiwa (nefesy)
Tuhan Allah
 














                                                    Menciptakan (Kej. 1:26, 27)
Manusia: debu (afar) Kej. 2:7;3:19 dan “nafas Hidup” (nesyama) dan roh (ruakh)  Allah
 









Debu tanah/daging menunjuk kepada tubuh manusia yang lahiriah (kodrati manusia-Yoh. 1:13; 3:5 dst; I Yoh. 2:16 dst.). Debu tanah bahasa Ibrani: “adamah”/daging (“basar”) yang dalam bahasa Yunani: “sarx”.

Tubuh Manusia
menunjuk
 


Cara Berada manusia
(Mat. 5:30; 6:25; Rm. 12:4 dst; I Kor. 12:12-20)

Karena manusia diciptakan oleh Tuhan, maka tubuh manusia selalu rindu untuk memuji Tuhan (Mzm. 63:2; 16:9; 119:120).

Segi lain dari Kejadian 2:7 adalah ke dalam hidung manusia dihembuskan “nafas hidup” sehingga manusia (yang dari debu) menjadi “makhluk yang hidup”. Jiwa adalah ciptaan Allah yang baru.

Manusia=
”Makhluk hidup”=Nefesy
Nefesy: membenci, bergirang
Emosi/jiwa/hati(Im.26:36).
Orang /pribadi (Kej. 14:21)
 














Kesimpulan: Nefesy menjelaskan keseluruhan manusia sebagai makhluk yang bernafsu, berkehendak dan berpikir dsb. Walaupun ada tubuh/badan dan jiwa/nyawa maka bukan berarti bahwa manusia terdiri dari dua bagian. Tetapi sebagai “segi” dari manusia itu sendiri.

Segi batin manusia juga diungkapkan dengan istilah “hati” (Ibrani: “leb” , Yunani: “kardia”) dan kata “roh” (Ibrani: “ruah”, Yunani: “pneuma”).

Hati Manusia
                                                      “tenaga untuk memperhatikan” (Kel. 7:23)

Tempat kehendak, maksud dan sikap, yang baik maupun yang jahat (Ul. 6:5; 4:29; Kel. 35:5, 21; Mrk 7:21; Rm. 1:21)
Tempat akal budi (I Raj. 3:12; Ams. 14:33; I Kor. 1:10; Rm. 12:2).

Hati menunjukkan segi terdalam dari diri manusia, kehendak manusia yang rasionil, kesadaran, mengadakan penilaian, menerima atau menolak, mengadili dan memilih.

Mengenai roh manusia:
Ø  Alat untuk mengetahui (Mzm. 77:7; Mrk. 2:8 diterjemahkan “hati”).
Ø  Tempat emosi (Kel. 41:8; Kis. 17:16 yang diterjemahkan dengan “hati”)
Ø  Alat untuk menghayati dunia luar serta menyambutnya (I Kor. 16:18)
Ø  Alat untuk bersaksi (Rm. 8:16)
Ø  Alat untuk beribadat (Rm. 1:9, diterjemahkan dengan “hati”)
Ø  Alat untuk bersekutu (Flp. 2:1).
Roh manusia
 


                                               Sedih, girang, takut, marah dll
                                               (bentuk pengamatan rohani).


Roh manusia bukanlah berdiri sendiri disamping unsur-unsur yang lain. Roh manusia adalah diri manusia itu sendiri yang berpikir, berbuat, menyambut perbuatan-perbuatan orang lain, membuat rencana, mengambil keputusan (Bnd. Kej. 41:8; I Sam. 1:15, I Raj. 21:5). Jadi “roh manusia” menunjuk kepada orang itu sendiri.

Manusia dibangun/diciptakan untuk menjadi responsif atau menjawab. Yang dimaksud adalah menjawab sabda Allah. Kemampuan untuk mendengar merupakan ciri khas eksistensi manusia.
Tuhan Allah
 








Proses penciptaan                                                        Manusia mendengar Allah.
manusia                                                                         Diperlengkapi untuk menjawab.
Manusia yang mendengar
 


Manusia diciptakan
menurut rupa dan
gambar Allah
sehingga ia dapat
berkata-kata dan
mendengar.


Manusia baru muncul dalam panggung sejarah ketika manusia menyadari kehadiran Allah dan belajar berdoa sehingga manusia menjadi dirinya melalui relasi dengan Allah Pencipta.
Tuhan  Allah.
 






Manusia juga merespon firman dengan kasih
Ia berfirman=kasih-Nya
Manusia
 




Dengan kasih manusia menjadi dirinya sendiri dan berkembang
Cinta kasih
 



                                                           Cinta kasih adalah intisari kemanusiaan.

Cinta kasih.
 


Diekspresikan dengan bebas tanpa paksaan, sehingga kasih adalah kesukarelaan yang tertinggi.
 


Kesadaran kebebasan untuk memilih
                                                                                    Manusia hidup dengan binatang.
Manusia dan Buah pengetahuan yang baik dan jahat.
                                                                             

Kebebasan tetapi juga terikat
 



Manusia diciptakan bersamaan harinya dengan binatang-binatang darat, tetapi ia adalah ciptaan yang sesuai dengan gambar Allah supaya ia berkuasa atas alam ciptaan yang lain.
Menjawab Allah
 


Jadi apakah ciri khas hidup manusia?
Ciri manusia?
Cinta kasih ke sesama.
Kebebasan berbuat.
 















Bagaimana dengan Perjanjian Baru?
Perjanjian Baru
Psuke/Jiwa
 



ñ                                                                                  Manusia (Rm. 2:9:13:1)
Pneuma
Manusia yang sadar dan mengetahui (Rm. 8:16).




ñ          Manusia bukanlah terdiri dari dua atau tiga bagian.
ñ          Bukan organ-organ atau prinsip-prinsip dari kehidupan rohani yang terkurung di dalam tubuh (“soma”).
ñ          Tetapi sebagai kesatuan hidup: pribadi di dalam soma menjadi obyek diri sendiri, sebagai psuke dan pneuma hidup demi keinginan dan pengetahuannya.
Dalam semuanya itu kita kembali kepada penjelasan Martin Luther bahwa Allahlah yang menciptakan manusia dan memperlengkapi dan memelihara tubuh dan jiwa. Allahlah yang mengaruniakan akal budi kepada manusia. Bagi Luther Manusia bukanlah autonom melainkan theonom. Artinya manusia menjadi manusia oleh karena relasi dan berpusat kepada Allah (Katekismus Kecil Martin Luther).

1.2. Manusia sebagai rupa dan gambar Allah
Kejadian 1:26,27
 


                                                  Gambar Allah (tzelem), imago.

 


                                                  Rupa Allah (Demuth), similitudo.

Imago adalah lukisan yang sangat mirip dengan aslinya (image).  Gambar Allah sangat jelas dan tidak samar-samar atau kabur.

Istilah “gambar” dan “rupa” merupakan istilah yang sinonim. Hal ini dapat terlihat dalam ayat 27 yang hanya memakai kata “gambar”. Kata “gambar” ini sudah mencakup didalamnya kata “gambar” dan “rupa” ilahi.

Tetapi ada perbedaan yang cukup mencolok antara Allah Pencipta dengan manusia sebagai ciptaan. Allah mempunyai ke-Ada-an diri yang tidak dapat dikomunikasikan kepada manusia. Tetapi atribut yang lain dari Allah dikomunikasikan kepada manusia seperti: hikmat, pengertian dan penguasaan supaya dipancarkan atau tercermin dalam diri manusia. Allah adalah berhikmat maka manusia juga mempunyai hikmat. Allah memerintah maka manusia juga memerintah. Tetapi Allah dalam ke-Ada-an-Nya adalah tanpa batas sedangkan manusia mempunyai hikmat dan penguasaan yang terbatas.

Gambar manusia ini bukanlah diciptakan setelah ada gambar kemanusiaan Kristus atau natur ilahi Kristus. Gambar manusia ini adalah kemuliaan Allah Tritunggal yang penuh kemuliaan yang ada di dalam diri Allah.

Gambar Allah dibagi dalam:
a)     Gambar formal.
Gambar formal adalah personalitas kemanusiaan itu sendiri yang terdiri dari intelektual, kehendak dan emosinya. Bila gambar formal ini hilang maka esensi manusia itu telah hancur. Gambar formal manusia tidak dapat hilang dan inilah yang disebut dengan bagian yang esensial. Gambar Allah menyangkut formal dan material. Gambar Allah itu bukanlah manusia. Tetapi manusia adalah potret Allah atau lukisan yang mirip dengan Allah. Gambar Allah itu ada di dalam diri manusia.

Dalam hal ini Louis Berkhof, teolog Reformed juga menjelaskan:
Karena diciptakan menurut gambar dan rupa Allah maka manusia memiliki natur rasional dan moral yang tidak hilang oleh dosa dan yang tidak mungkin hilang tanpa berhenti sebagai manusia. Bagian dari gambar dan rupa Allah ini memang tercemari oleh dosa, tetapi masih tetap tinggal dalam diri manusia bahkan juga  setelah kejatuhannya dalam dosa. Kita perhatikan bahwa manusia setelah kejatuhannya dalam dosa, tanpa kita perhatikan keadaan spiritualnya, masih tetap disebut sebagai gambar dan rupa Allah dalam Kejadian 9:6; I Korintus 11:7; Yakobus 3:9. Kejahatan pembunuhan adalah suatu kesalahan besar karena si pembunuh menyerang gambar dan rupa Allah. berdasarkan ayat-ayat ini kita tidak boleh berkata bahwa manusia sepenuhnya kehilangan gambar dan rupa Allah.

Gambar Formal
                                      Intelektual

                                      Kehendak

                                      Emosi

b)     Secara spiritual (kerohanian).
Karena Allah itu Roh maka gambar dan rupa Allah dalam diri manusia juga mengandung unsur kerohanian. Hal ini terlihat dalam Kejadian 2:7 yaitu Allah menghembuskan ke dalam hidung manusia nafas hidup. Nafas hidup adalah prinsip dasar kehidupan. Jiwa dilekatkan dan dimasukkan ke dalam tubuh tetapi jika memang diperlukan dapat juga hidup tanpa tubuh. Jadi manusia adalah makhluk spiritual.

Manusia memiliki roh sehingga manusia dapat bersekutu dengan Allah yang adalah Roh (Yoh. 4:24). Pada level roh manusia sadar akan Allah dan bersekutu dengan-Nya. Para nabi PL mendengarkan suara Allah selalu dikatakan dihidupkan oleh “roh” Allah. Dalam PB, pneuma dipakai dalam kapasitas khusus untuk berhubungan dengan Allah yang merupakan kemuliaan bagi umat tebusan, berlawanan dengan Psyche yang dimiliki oleh orang yang tidak diselamatkan dan yang tidak merespon Allah (I Kor. 2:9-16).

Sekalipun ada penjelasan demikian, namun manusia tidak dibagi dalam dua atau tiga bagian. Seorang manusia tetaplah manusia dalam kesatuannya. Keselamatannya terdiri dari penebusan secara keseluruhan, bukan sekedar jiwa atau roh, karena masing-masing bagian telah dipengaruhi oleh dosa.

c)      Gambar di dalam tubuh manusia.
Gambar manusia yang adalah gambar ilahi dari Allah tidak terletak di dalam tubuh manusia, tetapi di dalam jiwa karena pengetahuan tentang Allah dan kesucian ada di dalam jiwa. Tetapi gambar ilahi juga dimanifestasikan juga dalam tubuh, karena tubuh adalah organ dari jiwa dan bagian esensial manusia.

Pertanyaan yang muncul adalah apakah tubuh manusia juga membentuk satu bagian dari gambar dan rupa Allah? Berkhof menyebutnya “ya”. Ia menjelaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan manusia sebagai “makhluk yang hidup” itu tidaklah lengkap tanpa tubuh. Ia juga menjelaskan bahwa pembunuhan sebagai penghancuran atas tubuh (Mat. 10:28) dan juga penghancuran atas gambar dan rupa Allah (Kej. 9:6). Berkhof lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak perlu mencari gambar dan rupa Allah dalam substansi material dari tubuh manusia; gambar dan rupa Allah itu lebih ditemukan dalam tubuh sebagai alat yang cocok untuk ekspresi diri jiwa tersebut.  Bahkan tubuh ditetapkan untuk menjadi dalam akhir suatu tubuh rohaniah, yaitu suatu tubuh yang sepenuhnya diatur oleh roh, suatu alat yang sempurna bagi jiwa.

Tubuh inilah yang membedakan manusia dengan Allah. Allah adalah Roh dan manusia memiliki tubuh. Tetapi walaupun demikian penjelasan Berkhof, dengan pertimbangan lebih lanjut, ada hal yang perlu dipertanyakan. Bagaimana dengan inkarnasi Yesus? Apa yang muncul lebih dahulu dalam pikiran Allah, tubuh Kristus atau tubuh Adam? Apakah Kristus menjadi seperti kita melalui Inkarnasi atau kita yang menjadi seperti Dia melalui tindakan kreatif Allah?

Oleh karena pertanyaan di atas maka James Montgomery Boice dapat berspekulasi demikian: Ketika Allah berjalan dalam taman dengan Adam dan Hawa sebelum kejatuhan, Ia melakukannya sebagai Pribadi Kedua dari Trinitas, dalam suatu bentuk pra-inkarnasi tetapi tetap merupakan bentuk yang berbadan (Kej. 3:8).

Maksud dari semuanya itu adalah tubuh sangat bernilai dan seharusnya dihormati dalam cara memperlakukannya. Sebagai laki-laki dan perempuan yang ditebus, manusia seharusnya melihat bahwa tubuh manusia adalah “bait Allah” (I Kor. 3:19).

Ketika manusia telah jatuh ke dalam dosa, manusia tetap disebut sebagai manusia (“anqrwpoz” - “antropos”, Rm. 5:12) karena itu kebenaran asali itu bukanlah bersifat nyata melainkan non esensial tanpa atribut. Dengan demikian adalah tidak normal jika manusia itu tidak melayani Allah (Rm. 8:7), tanpa Allah di dunia ini (ateis,  lihat: Ef. 2:12= tanpa Kristus dan tanpa Allah “aqeoi” dalam dunia).

d)     Gambar material.
Yang dimaksud dengan gambar material manusia adalah kemampuan asali manusia atau kwalitas dari isi gambar Allah secara formal. Di dalam bagian gambar material manusia ini terdapat 1) kebenaran asali  atau kesempurnaan esensial yang artinya penerangan dalam pengertian, kesucian dalam kehendak, kemurnian dalam emosi. Dalam asal muasalnya manusia itu sempurna. Di dalam dirinya terdapat hikmat di dalam pengertian, kesucian kehendak dan perasaan yang diberkati. Manusia diciptakan dalam kondisi yang sudah dewasa dan matang. Selain itu gambar material juga 2) bukanlah subyek untuk menderita. Secara asali tubuh manusia adalah murni dan sempurna atau mempunyai roh suci. Manusia mempunyai harmoni yang sempurna antara selera atau hasrat yang sempurna dan kehidupan manusia yang tinggi. Selain itu manusia juga kekal adanya. Dia tidak akan menjalani kematian. Louis Berkhof menjelaskan bahwa hanya Allah saja yang kekal (I Tim. 6:16). Berarti manusia tidaklah kekal. Tetapi kekekalan manusia adalah pemberian Allah. Manusia kekal berarti di dalam dirinya manusia tidak dapat membawa benih-benih kematian fisik, dan dalam keadaan aslinya manusia tidaklah berada di bawah hukum kematian. Kematian adalah hukuman dosa (Kej. 2:17) dan kematian ini mencakup kematian tubuh/fisik (Kej. 3:19). Paulus menyatakan bahwa dosa membawa kematian ke dalam dunia (Rm. 5:12; I Kor. 15:20, 21) dan kematian adalah upah dosa (Rm. 6:23).

Dan manusia adalah tuan atas segala ciptaan. Dia berdiri dengan kesempurnaan keharmonisan antara alam ciptaan dan mahkota ciptaan yaitu manusia.
Gambar Material
Kebenaran asali
 


                                                
Bukan subyek yang menderita
 









Gambar Allah ini dapat diikuti dari beberapa penjelasan ayat-ayat Alkitab antara lain:
ñ          Allah menciptakan manusia berdasarkan gambar-Nya sendiri (Kej. 1:26, 27).
ñ          Allah melihat segala ciptaan-Nya sungguh amat baik (Kej. 1:31).
ñ          Manusia adalah gambar Allah (Kej. 9:6).
ñ          Manusia baru adalah ciptaan Allah di dalam kebenaran dan kesucian ( Ef. 4:24).
ñ          Manusia baru yang selalu diperbaharui untuk memiliki pengetahuan gambar Allah yang diciptakan-Nya (Kol. 3:10).
ñ          Manusia diciptakan menurut rupa Allah (Yak. 3:9).

Keadaan asali manusia juga dipaparkan dalam Kejadian 1:31 bahwa manusia itu sungguh amat baik. Manusia juga dijelaskan bahwa manusia pertama (Adam dan Hawa) keduanya telanjang dan tidak merasa malu (Kej. 2:25). Dari kedua ayat ini dapat diuraikan dua hal yang terekam keadaan situasi manusia:
1.       Allah memberikan perintah (Kej. 2:16-17)
2.       Manusia dihadirkan untuk hidup di dalam keintiman dan persekutuan dengan Allah (Kej. 2:19; 3:23).

Dari kedua fakta alkitabiah ini maka manusia dikaruniakan pengetahuan akan Allah dan kecenderungan yang suci dalam dirinya. Hal ini dapat kembali dilihat seperti diuraikan oleh Paulus dalam Kolose 3:10 dan Efesus 4:24.

Dengan ini, manusia tidak diciptakan dalam kondisi yang brutal dan bengis atau memiliki sifat-sifat kebinatangan atau berasal dari binatang dan sel purba, tidak memiliki bahasa atau moral yang berbeda (teori Darwin). Melainkan manusia itu, sesuai Kitab Suci, adalah tuan atas segala kerajaan hewan, dikaruniakan kemampuan untuk berbicara, kecerdasan dan pengetahuan akan Allah dan pengetahuan akan dunia alam melalui kerajinan studi. Luther menjelaskan bahwa Adam adalah Filsuf yang pertama.

Luther tidak menjelaskan bahwa manusia itu “polos tanpa salah” (Childlike innocence, lihat juga ajaran Islam). Keadaan “Childlike Innocence” adalah keadaan yang menipu. Manusia diciptakan seperti keadaannya sebagai manusia apa adanya yang dipenuhi dengan kesucian, sukacita. Ia juga menjelaskan bahwa manusia itu dipenciptaannya mempunyai kebenaran asali. Kebenaran asali yang dimaksud Luther adalah ia adalah berbudi dan benar, tidak hanya di dalam tubuh dan bagian eksternal manusia juga dalam bagian jiwa. Manusia itu mengetahui Allah, ia taat kepada-Nya dengan sukacita, senang, dan mempunyai pengertian akan karya-karya Allah. Kebenaran asali bagi Luther juga diungkapkan dalam diri manusia melalui kasih Adam kepada Allah dan karya Allah yang ada di dalam hatinya.

Manusia( dalam kebenaran asali): berbudi dan benar, kasih dan taat kepada Allah, sukacita, hikmat, senang, hanya Allah di dalam hatinya.
 








1.3. Manusia dengan dirinya dan sesamanya.
Alkitab seperti yang telah diuraikan membedakan beberapa segi dalam diri manusia:
1.       Roh (ruakh, pneuma).
2.       Jiwa (nefesy, psukhe).
3.       Tubuh (Soma)
4.       Daging (basar, sarx).

Ada hal yang perlu diperhatikan yang selalu menjadi diskusi teologi yaitu apabila kita berbicara tentang manusia, maka biasanya kita memisahkan antara tubuh dan jiwa dan selanjutnya antara jiwa dengan roh (Niftrik dan Boland)
Tubuh, jiwa dan roh.
 


Bahaya yang harus diperhatikan: yang jasmani sebagai bagian yang “lebih rendah”, jiwa sebagai bagian yang “lebih tinggi.”


Niftrik dan Boland menjelaskan bahwa menurut antropologia Alkitab, manusia itu sebagai kesatuan dan suatu keseanteroan. Alkitab tidak menyebut bahwa manusia “mempunyai” suatu jiwa dan suatu tubuh sebagai dua unsur yang banyak sedikitnya berdiri berdampingan.

Louis Berkhof juga menjelaskan bahwa manusia itu merupakan suatu kesatuan tetapi ia agak ragu dalam memastikan itu karena ia juga menjelaskan bahwa manusia itu terdiri dari dua konstituen yaitu tubuh dan jiwa.

Ada dua ajaran yang berbicara tentang kemanusiaan itu sendiri yaitu trikhotomi dan dikhotomi. Pengajaran itu mencoba mencari dasar dari Alkitab yaitu untuk Trikhotomi diambil dari Ibrani 4:12 dan I Tesalonika 5:23. Manusia itu terdiri dari badan, jiwa dan roh sebagai zat yang berdiri – sendiri.

Ajaran Trikhotomi terdapat dalam filsafat Yunani dan di dalam agama Hindu serta Kebatinan. Ajaran itu mengajarkan:
1.      Roh (nous) dan badan (benda) terpisah oleh jurang. Roh adalah suci adanya sedangkan badan (benda)  adalah dosa.
2.      Supaya dipersatukan maka jiwa diperlukan sebagai penengah yaitu psukhe.
3.      Ketegangan antara roh yang suci dan badan yang penuh dosa seperti ketegangan magnet antara kutuh utara dan kutub selatan.
                                                                                               Jiwa yang menengahi.
Badan
Jiwa
Roh
 












Ajaran dikhotomi:
1.      Manusia terdiri dari badan dan jiwa.
2.      Badan dan jiwa sebagai dua zat yang saling bertentangan.
3.      Dasar alkitab yang dipakai: Matius 6:25; 10:28; Luk. 1:46 dengan Pkh. 12:7; I Kor. 5:3-5). Kematian dilukiskan sebagai “menghembuskan nafas terakhir” (Kej. 35:18) dan “menyerahkan nyawa” (Mzm. 31:6; Luk. 23:46). Orang mati disebut “roh” (Ibr. 12:23) dan juga “jiwa” (Why. 6:9).
Badan
Jiwa
 










Ajaran Trikhotomi dan Dikhotomi mengajarkan dualisme yaitu ajaran yang mengakui adanya dua zat yang saling bertentangan secara asasi.
Pembahasan Alkitab:
ñ          Penganut ajaran Trikhotomi mengacu pada Ibrani 4:12 dan I Tesalonika 5:23, namun kedua ayat itu tidak dapat menentukannya dengan pasti. Dalam Ibrani 4:12 diterjemahkan “jiwa dan roh” tetapi mungkin sekali artinya firman Allah menyoroti manusia dari segi mana pun (bnd. Ay. 13), firman Allah menembus seluruh batin dan kehidupan manusia yang paling dalam sehingga tidak ada yang tersembunyi dari Allah, bukan bahwa ada pemisahan antara jiwa dan roh. Istilah “jiwa, roh, sendi-sendi dan sumsum menunjukkan manusia sebagai suatu keseluruhan. I Tesalonika 5:23 menegaskan kuasa Allah untuk menguduskan manusia seutuhnya yang meliputi roh, jiwa dan tubuh. Ungkapan ini tidak menunjukkan susunan dan struktur manusia.
ñ          Seperti yang dikatakan oleh Niftrik dan Boland bahwa manusia itu adalah satu kesatuan tidak terpisahkan. Alkitab memakai istilah tubuh, jiwa dan roh atau hati, akal budi dst. Semuanya merupakan cara yang berbeda-beda untuk melihat pribadi manusia itu yaitu manusia yang satu. Kata “jiwa” (Ibr. Nefesy, Yun. Psukhe) di beberapa ayat Alkitab seperti I Raja-raja 17:22 dan Lukas 16:22 disebut terlepas dari tubuh, namun pada umumnya yang dimaksud adalah pribadi manusia seutuhnya (Yos. 10:28; I Raj. 19:14; Mat. 6:26; Kis. 27:37).
ñ          Lihat pandangan Plato:
Tubuh
 


Jiwa
Pada saat meninggal jiwa dibebaskan, api ilahi dalam manusia meninggalkan kehidupan dalam perangkap gelap tubuh manusia untuk kehidupan di dunia nyata yang melampaui peleburan fisik.


Sedangkan pandangan Alkitab menjelaskan bahwa hidup sesudah kematian adalah kebangkitan tubuh. Manusia hanya dapat masuk dalam kehidupan sebenarnya jika ia mempunyai tubuh.
                       
ñ          Hal yang perlu diperhatikan:
1.       Tubuh tidak mutlak perlu dalam keadaannya yang hakiki, tetapi kehidupan manusia yang sebenarnya adalah dengan tubuhnya. PB mengungkapkan bahwa Yesus melihat kemungkinan manusia terlepas dari tubuhnya (Mat. 10:28; Luk. 19:19-31; 23:43). Hal ini menjelaskan adanya kesementaraan orang Kristen antara kematian fisiknya dan kedatangan Kristus kedua kali saat manusia menerima tubuh kebangkitan. Tetapi keadaan tidak bertubuh ini tidaklah ideal. Tujuan orang Kristen adalah mengganti tubuh yang hina ini dengan tubuh yang serupa dengan tubuh-Nya (Fil. 3:21).
2.       Tujuan akhir manusia adalah dalam hubungan dengan Allah pada tingkat rohani dan akhlak. Dalam hubungan dengan Allah maka manusia akan mengarah kepada pertumbuhan rohani tetapi tidak mempengaruhi tubuhnya (II Kor. 12:7; II Tim. 4:20 dyb) atau bagi status sosial dan politik orang Kristen (I Kor. 7:17-24)

Seperti yang diungkapkan oleh Alkitab bahwa Allah menghembuskan nafas ke dalam manusia pertama, maka manusia itu menjadi hidup. Kemudian Allah memerintahkan agar manusia berkembang biak dan memenuhi bumi ini. Manusia sebagaimana dirinya sendiri, apakah jiwa itu diciptakan kembali di dalam generasi berikutnya ataukah ada peran manusia dalam penurunan jiwa kepada generasi berikutnya?

Ada beberapa teori yang perlu diperhatikan:
1.       Pre eksistensi.
Tokohnya adalah Origen, Scotus Erigena dan Julius Mueller. Pandangan ini mengajarkan bahwa jiwa-jiwa manusia ada dalam keadaan yang sudah lebih dahulu terbentuk dan keadaan jiwa-jiwa itu dalam keadaan tersebut mempengaruhi keadaan jiwa tersebut pada saat kemudian.
2.       Penciptaan.
Calvin lebih cenderung menerima teori penciptaan. Pandangan ini telah menjadi umum di kalangan teolog Reformed setelah masa reformasi gereja. Teori ini menjelaskan bahwa jiwa manusia itu diciptakan oleh Tuhan dan tidak dapat dengan tepat ditentukan kapan waktunya. Jiwa yang diciptakan oleh Tuhan digabungkan dengan tubuh yang berdosa. Tidak berarti bahwa jiwa diciptakan pertama kali terpisah dari tubuh dan kemudian mengalami polusi karena bergabung dengan tubuh yang kemudian dapat membawa manusia kepada pemikiran bahwa dosa adalah sesuatu yang bersifat fisik. Jiwa walaupun terjadi karena tindakan penciptaan Allah, sesungguhnya telah dibentuk sebelumnya dalam kehidupan fisik dari janin yaitu dalam hidup orang tuanya dan dengan demikian memperoleh hidupnya bukan di atas atau di luar kerumitan dosa tetapi justru di bawah dan di dalamnya yang oleh dosa itu kemanusiaan secara keseluruhan mendapatkan bebannya.
3.      Traducianisme.
Pandangan ini mengajarkan bahwa pengantaraan jiwa diturunkan dari kedua orang tuanya (tubuh dan jiwa). Penjelasan ini lebih mengena kepada uraian Alkitabiah. Keberadaan manusia yang berdosa diturunkan dari kedua orang tuanya. Inilah yang disebut dengan dosa warisan. Dalam Roma 5:12 dijelaskan bahwa dosa membuktikan dengan kuat mengalir kepada setiap manusia yang merupakan generasi berikutnya dari Adam. Dalam I Korintus 15:22 juga dijelaskan bahwa persekutuan dengan Adam maka manusia menjadi mati. Bila melihat ke Kejadian 1:27 maka istilah “manusia” merujuk kepada Adam dan Hawa dan seluruh manusia atau bangsa-bangsa yang akan datang berikutnya. Mati di dalam Adam adalah eksistensi manusia itu ada di dalam pribadi Adam dan Hawa pada awalnya. Dengan demikian yang dimaksud Paulus adalah keberadaan manusia dan bangsa-bangsa di waktu berikutnya sudah ada di dalam manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Adam dan Hawa adalah menjadi wakil dari manusia di seluruh dunia yang akan lahir dari mereka. Di dalam Adam untuk berikutnya manusia telah berdosa. Di dalam Adam maka manusia dalam spesiesnya/jenisnya tetap mempunyai keberadaan yang sama dalam dirinya. Tetapi manusia mengalami keragaman di dalam personalitasnya. Manusia di dalam sifat dan karakternya tidak kelihatan dan secara individu ia kelihatan dalam naturnya. Manusia dalam Adam adalah kesatuan. Keragaman yang terjadi dikembangkan dari Adam dan Hawa dalam kesatuan spesies. Dalam hubungan suami istri inilah manusia berkembang dan keadaannya baik itu sifat dan karakternya diturunkan dari kedua orang tuanya. Ayat-ayat Alkitab ini dapat menolong teori Traducianisme yaitu Ibrani 7:10 bahwa Lewi ada di dalam Abraham. Yeremia 1:5 bahwa Allah sudah melihat Yeremia walau ia belum ada lahir di bumi. Ibrani 11:1-3 juga menjelaskan sesuatu yang tidak dilihat tetapi pasti datang. Teori Tradusianisme dianut oleh Tertullianus, Rufinus, Apollinarius, Gregory dari Nyssa dan Luther. Tetapi ada juga teolog-teolog Reformed yang memegang pandangan ini diantaranya H.B Smith dan Shedd, A.H. Strong juga lebih condong pada teori ini.

Dalam bagian berikutnya manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang berelasi dengan Allah dan sesamanya. Penciptaan Adam yang seorang diri dinyatakan oleh Alkitab sebagai “tidak baik” (Kej. 2:18). Allah membangunkan Hawa dari tulang rusuk Adam agar manusia itu bersosial dengan sesamanya. Alkitab juga menggambarkan persekutuan Israel dan gereja. Persekutuan Israel sebagai suatu bangsa dan gereja sebagai umat Allah juga menggambarkan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang berelasi dengan sesamanya. Gambaran relasi manusia dengan sesamanya itu merupakan gambaran Allah Tritunggal yang berpesekutuan di antara Bapa, Anak dan Roh. Gambaran manusia yang bersosial berpuncak ketika Kristus datang kedua kali dan membawa Yerusalem sorgawi kepada manusia yang percaya kepada-Nya.

Adam dan Hawa merupakan ciptaan Tuhan yang sederajat dalam nilai dan statusnya dihadapan Allah. Hawa dikatakan sebagai “penolong” bagi Adam (Kej. 2:18). Hawa diciptakan sepadan dengan Adam yang artinya sama dan cukup. Hawa tidak lebih rendah dari Adam dan Adam tidak lebih tinggi dari Hawa. Injil dengan lebih gamblang menjelaskan peran wanita dalam pekerjaan Yesus dan gereja mula-mula (Luk. 7:36-50; Yoh. 4:1-30; 8:11; 12:1-8). Dengan kuat Paulus menyatakan bahwa dalam Kristus tidak ada laki-laki atau perempuan (Gal. 3:28).

Adam dan Hawa (laki-laki dan perempuan) mempunyai fungsi yang berbeda tetapi mereka dalam hubungannya saling melengkapi satu dengan yang lain. Dalam hal ini perlu kajian yang mendalam tentang hubungan suami istri seperti yang Paulus ungkapkan dalam Efesus 5:23). Laki-laki dan perempuan mempunyai peran yang berbeda tetapi mereka saling melengkapi dengan baik. Suami sebagai kepala rumah tangga berperan sebagai Kristus yang mengasihi jemaatnya. Berarti suami hendaknya mengasihi istrinya dengan pengorbanan seperti yang Kristus lakukan. Demikian juga istri tunduk kepada suami dalam rangka ketaatan kepada Kristus yaitu Kepala Gereja. Istri tunduk oleh karena suami bersikap Kristus yaitu mengorbankan dirinya demi istrinya.

Pandangan di atas dapat menjadi acuan bagi masyarakat dan khususnya gereja Kristen bahwa kehidupan manusia itu terdiri dari laki-laki dan perempuan. Peranan sosial manusia terlihat dari relasi manusia itu sendiri (Laki-laki dan perempuan) dan perkawinan yang heteroseksual dan bukan homoseksual (Kej. 2:20-25). Tetapi bukan berarti bahwa tidak menikah tidak termasuk manusia sejati karena Yesus sendiri tidak menikah. Perjanjian Baru sendiri tidak menganjurkan bahwa pernikahan sebagai hal yang hakiki untuk pemenuhan kehidupan Kristen.


2.    Persoalan manusia: Dosa.
2.1.         Asal mula dosa.
Dalam PL dosa adalah bentuk “ketidaktaatan” yang diungkapkan melalui kata pesya (pemberontakan/pelanggaran), khatta (pelanggaran, meleset dari sasaran), shagah (tersesat) dan awon (perbuatan yang tidak senonoh). Dalam PB dosa juga diartikan sebagai “ketidaktaatan” (Rm. 5:19), hamartia (kekurangan), paraptoma (kesalahan). Dosa adalah kemurtadan yaitu terjatuh dari maksud-maksud Allah untuk umat manusia. Dosa merupakan suatu penyimpangan dari sebuah standar yang lebih tinggi atau dari sebuah keadaan yang dinikmati sebelumnya. Manusia sebelumnya tanpa dosa, sebagaimana ciptaan Allah yang lain. Allah menciptakan alam semesta dengan sempurna. Tetapi manusia memberontak terhadap Allah dan kesempurnaan, jatuh dari natur dan tujuan yang agung yang Allah tentukan untuknya. Dosa adalah pemberontakan karena dosa bukanlah unsur yang utama. Dosa hanyalah unsur sekuder. Unsur yang utama adalah kehendak Allah yang “baik, yang berkenan dan sempurna” itu darimana kita telah menyimpang dan kemana kita dipulihkan hanya dengan kuasa anugerah Allah dalam Yesus Kristus yang menakjubkan

Ketidaktaatan ini tidak hanya melanggar hak dan hukum Taurat Allah (I Yoh. 3:4), tetapi juga melawan Allah sendiri. Paulus menyebut orang berdosa sebagai “musuh” dan “pembenci” Allah (Kol. 1:21; Rm. 1:30). Sejajar dengan itu dalam perumpamaan tentang para penggarap kebun anggur (Mrk. 12:1-12), dosa dilihat dalam rangka pemberontakan terhadap Allah. Dengan kata lain, manusia sebagai orang berdosa tidak hanya melanggar hukum Allah, tetapi juga ingin merebut takhta Allah; manusia tidak hanya melupakan perintah Allah, melainkan juga melampaui perbatasan antara Allah dengan ciptaan-Nya. Oleh karena itu Paulus tidak hanya menjelaskan hakikat dosa dengan istilah “ketidakpatuhan” (parakoe, Rm. 5:19) tetapi juga sebagai “keinginan” yang tidak benar (epithumia, Rm. 7:7).

Bagi Paulus, dosa adalah sesuatu yang dilakukan manusia dengan tanggung jawab sendiri dan juga suatu keadaan yang di dalamnya manusia sudah berada sejak semula. Dosa adalah kesalahan sendiri dan malapetaka. Mengenai dosa sebagai malapetaka diterangkannya dengan mengatakan bahwa dalam proses berbuat dosa, bukan manusia yang menjadi subyek, tetapi dosa yang berdiam dalam diri manusia (Rm. 7:17, 20). Karakter dosa sebagai malapetaka yang transsubyektif ditampakkan juga dalam pandangan bahwa dosa umat manusia diakibatkan oleh dosa Adam (Rm. 5:12 dst.). Tetapi terhadap pandangan tersebut Paulus tidak memberi penjelasan yang terinci.

Menurut Luther, dosa utama adalah “ketidakpercayaan”. Luther melihat nafsu (konkupisensia) tidak hanya mencakup “bidang bawah” personalitas manusia, yaitu bidang jasmaniah, melainkan masuk ke dalam inti jati dirinya sendiri.

Menurut Artikel-artikel Schmalkalden, dosa berasal dari Adam. Oleh karena itu dosa dianggap sebagai peccatum originale yang turun menurun di mana perbuatan dosa manusia yang sekarang hanya sebagai “buahnya”. Dengan kata lain, dosa warisan dimengerti sebagai dosa asal yang berakar pada Adam lalu menumbuhkan perbuatan-perbuatan dosa. Jelas bahwa dosa warisan dan perbuatan erat, sehingga merupakan dosa yang sama. Keduanya bukan dua realitas, melainkan dua segi dari realitas yang sama. Menurut Luther, dosa warisan bukanlah takdir yang harus diterima tanpa kesalahan sendiri. Jadi dosa warisan tidak melepaskan manusia dari tanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Sebaliknya ajaran itu membebani manusia dengan memperlihatkan bagaimana setiap insan bersatu dengan Adam tanpa dapat mengelak.

Dalam Konfesi Augsburg dosa warisan dijelaskan “semenjak kejatuhan Adam, semua manusia yang dilahirkan secara alamiah diperanakkan dan dilahirkan dalam keadaan berdosa, yaitu semua manusia penuh dengan hawa nafsu dan kecendrungan yang jahat sejak dari kandungan ibunya dan tidak merasa takut akan Allah serta tidak mempunyai iman sejati kepada Allah” (Konf. Augsburg II). Dosa diartikan sebagai berkurangnya rasa takut terhadap Allah dan yang mengaburkan iman sejati serta menimbulkan nafsu dan kecendrungan yang jahat.

Konfesi Augsburg juga menjelaskan bahwa dosa warisan adalah “penyakit menular sejak lahir” dan sekaligus “dosa yang sejati”. Konkupisensia merupakan “nafsu yang jahat” bukan dorongan yang baik yang menjadi jahat hanya kalau melampaui batas-batasnya. Dosa juga diartikan secara personal yakni sebagai keberadaan tanpa takut dan tanpa iman kepada Allah. Paradoksi dalam pengertian Lutheran tentang dosa sebagai takdir dan kesalahan tampak pula dalam Konfesi Augsburg XIX, dimana di satu pihak kehendak iblis diperlihatkan sebagai penyebab dosa dan pihak lain kehendak manusia.

Tuhan Allah Pencipta bukanlah sebab adanya dosa. Allah dengan tegas dalam Alkitab menganjurkan agar umat-Nya menjauhkan diri dari segala yang jahat dan mendekat kepada Diri-Nya. Alkitab juga menjelaskan bahwa Allah murka kepada dosa dan dosa itu memisahkan manusia dari Allah (Yes. 59:1-8, 16, 19; 63:10; Rat. 2:4-7; Kel. 23:22).

Dalam I Yohanes 1:5 dijelaskan bahwa Allah adalah terang dan di dalam Dia tidak ada kegelapan. Tuhan Allah juga mengasihi manusia dan siapa yang ada di dalam kasih ia ada di dalam Allah (I Yoh. 4:16). Dengan gamblang Injil Yohanes juga menjelaskan bahwa Yesus Kristus adalah Terang dunia (Yoh. 8:12) dan Dia sudah ada di pangkuan Bapa (Yoh. 1:18). Di dalam Kristus, Ia menyatakan keadaan Bapa. Oleh karena itu Kristus menjadi tanggungan bahwa Tuhan Allah bukan sumber dosa.

Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa iblis adalah sumber dosa dengan mendasarkannya kepada Yohanes 8:44. Dalam ayat ini Yesus menjelaskan bahwa iblis adalah pembunuh manusia sejak semula dan mereka yang tidak mengerti firman Kristus adalah “memiliki iblis sebagai bapanya” dan ingin melakukan keinginan-keinginan bapanya itu.

Dalam Kejadian 3:1-7 dijelaskan bahwa iblis datang untuk menggoda Adam dan Hawa. Tetapi teks itu menjelaskan bahwa kejatuhan Adam dan Hawa bukan karena dipaksa oleh iblis. Tetapi karena mereka memberontak kepada Allah dan lebih mendengar suara iblis. Di dalam batin manusia terdapat pergumulan antara suara Allah dan suara iblis. Manusia kalah dan mendengar suara iblis. Manusia tidak dirasuki oleh iblis tetapi mendengar suara iblis dan mengerjakannya. Dari Kejadian 3 dijelaskan bahwa manusia salah dan ia jatuh ke dalam dosa karena ia mau dikalahkan oleh penggodaan iblis.

Dari Kejadian 3 manusia diceritakan tidak dirasuk oleh iblis untuk memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Tetapi mereka telah mengambil keputusan dengan bebas untuk menjadi sama dengan Allah. Jadi hakekat dosa bukan hanya tidak percaya kepada Tuhan Allah, bukan hanya melanggar perintah Allah atau tidak menaati Allah melainkan memusuhi Allah, memberontak terhadap Allah. Sebab “ingin menjadi seperti Allah” berarti: ingin menduduki kedudukan Allah merebut hak wewenang Allah.

Dosa ini telah merusak hubungan baik antara Allah dengan manusia, manusia dengan manusia. Oleh karena dosa, manusia membenci Allah (Yoh. 15:23, 24), hidup tanpa Allah (Luk. 15:11 dst.) dan tidak layak disebut anak-anak Allah (Luk. 15:21) tetapi manusia lalu juga membenci sesamanya (Kej. 3:12).

2.2.    Kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Apakah cerita kejatuhan manusia ke dalam dosa dalam Kejadian 3 merupakan cerita yang sungguh terjadi? Beberapa teolog mengatakan tidak. Beberapa lagi mengatakan “ya”. Tetapi Karl Barth mengatakan bahwa faktanya bahwa manusia memang jatuh ke dalam dosa. Apakah cerita Kejadian 3 benar-benar terjadi Barth mengatakan “mungkin”.

Penjelasan yang ada menunjukkan bahwa manusia itu telah jatuh ke dalam dosa dan Alkitab menunjukkan dengan gamblang dalam Kejadian 3. Alkitab mau menjelaskan bahwa manusia yang jatuh ke dalam dosa adalah suatu fakta yang nyata. Kejadian 3 menjelaskan tentang ular yang jelas dan hukuman yang jelas. Bahkan dalam PB juga menjelaskan kejatuhan manusia ke dalam dosa (II Kor. 11:3; bnd. Why. 12:9; 20:2).

Dari semua ungkapan Alkitab itu maka sejarah jatuhnya manusia ke dalam dosa adalah riil. Dosa masih dikerjakan oleh manusia dan hukuman Tuhan masih tetap dilanjutkan oleh karena tindakan manusia itu. Dengan adanya cerita ini maka keselamatan dapat dinyatakan dengan jelas dari sejarah keselamatan yang cukup panjang sampai kepada Yesus Kristus.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa bagaimana mungkin ular bisa berbicara? Tetapi dalam Alkitab juga dijelaskan bahwa keledai Bileam ternyata juga berbicara kepada Bileam sendiri. Peristiwa ini sepertinya mustahil tetapi Alkitab memaparkannya dengan gamblang.

Yang digambarkan adalah adanya tenaga atau kuasa dibalik peristiwa ular dan keledai Bileam itu. Penyangkalan terhadap kejatuhan manusia ke dalam dosa juga akan meragukan perbuatan Tuhan Yesus terhadap orang yang kerasukan di Gerasa.

Tidak semua orang bisa menerima Kejadian 3 sebagai peristiwa historis. Hal ini sering dianggap sebagai irasional. Tetapi dalam bumi Indonesia hal kerasukan atau adanya kekuatan lain juga nyata dalam masyarakat Indonesia yang lebih terpengaruh kepada hal-hal mitis.

Pola bahwa hal ini tidak sesuai dengan rasio manusia maka ia akan menggeser juga bagian lain dari Alkitab yang menjelaskan kuasa Allah atas alam semesta ini.

Dalam Kejadian 3 dijelaskan tentang buah pengetahuan yang baik dan jahat. Apakah maksud dari perkataan ini? Maksudnya jelas yaitu manusia harus menentukan apakah mendengar suara Tuhan atau suara lain selain Tuhan. Perbuatan yang mengambil inilah yang dilarang oleh Tuhan. Tuhan telah memerintahkan Adam dan Hawa agar lebih mendengar suara Allah dan percaya kepada-Nya saja. Penentuan diri untuk mengambil jalan sendiri adalah salah di mata Tuhan.

Dengan ini maka dosa pertama yang dilakukan oleh Adam dan Hawa adalah dosa tidak percaya. Tuhan telah melarang manusia untuk menentukan jalannya dan pikirannya sendiri apalagi memikirkan perkataan iblis dalam wujud ular. Iblis menggoda manusia dengan memutar perintah Tuhan sehingga manusia menjadi ragu di dalam hatinya dan lahirlah ketidakpercayaan. Cara iblis adalah membesar-bersarkan perintah Tuhan sehingga perintah-Nya hilang artinya, sehingga Tuhan si Pemberi Perintah tidak lagi berarti dan dipercayai. Dengan demikian dosa manusia yang pertama adalah ketidakpercayaan.

2.3.    Penyebaran dosa.
Pelagius berpendapat bahwa Adam terkena hukuman untuk dirinya sendiri dan tidak menyebar kepada orang lain. Adam menjadi gambaran bagi keturunannya untuk melawan Tuhan dan berbuat dosa. Keturunan Adam berbuat dosa karena mereka meniru Adam. Artinya: keturunan Adam dilahirkan dalam keadaan sehat tanpa dosa.

Alkitab menjelaskan dalam Kejadian 3 bahwa Adam dan Hawa telah berdosa kepada Tuhan. Keturunan Adam akan mengalami kesulitan akibat dosa Adam dan Hawa. Dengan nyanyian Mazmur khususnya Mazmur 51 dijelaskan bahwa dalam dosa ibunya pemazmur telah berdosa, juga dalam Roma 5:12-21 dijelaskan bahwa oleh karena Adam maka dosa telah masuk ke dalam dunia dan menyebar keseluruh kehidupan manusia.

Adam diciptakan oleh Tuhan sebagai kepala manusia. Sebagai pemimpin manusia ia menerima perjanjian dari Tuhan. Tetapi sebagai pemimpin manusia ia juga telah melanggar perjanjian itu.

Perjanjian diikat oleh dua kepala pemerintahan atau Pemimpin rakyat. Perjanjian kedua Pemimpin rakyat itu mewakili seluruh rakyatnya. Bila sang pemimpin melanggar aturan perjanjian itu maka seluruh rakyat dianggap telah melanggar perjanjian itu.
Tuhan dan Adam telah mengikat perjanjian yaitu perjanjian untuk tidak memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Tetapi Adam melanggarnya, maka seluruh umat manusia telah jatuh ke dalam dosa. Oleh karena itu Paulus mengatakan bahwa karena seseorang maka dosa telah masuk ke dalam dunia (Rm. 5:12). Dengan ini semua manusia telah berdosa dihadapan Tuhan.

Bersamaan dengan masuknya dosa ke dalam dunia, melalui Adam, maka kematian itu pun masuk ke dalam dunia. Sebab dosa dan maut tidak dapat dipisahkan. Dengan ini semua manusia telah mengalami maut atau kematian.

Dengan jatuhnya Adam ke dalam dosa maka seluruh umat manusia telah dibawah kuasa dosa. Dosa digambarkan oleh Paulus sebagai seseorang yang berkuasa dan menaklukkan manusia ke dalam kuasanya. Semua orang dibawah kuasa dosa oleh karena perbuatan satu orang yaitu Adam.

Paulus menyebut dalam Roma 5 bahwa telah terjadi penyebaran dosa sehingga manusia dipandang telah dikuasai oleh dosa dan maut (Rm. 5:12-21). Taurat yang diberikan oleh Tuhan kepada Musa untuk mewujudkan ketaatan kepada Tuhan justru menarik manusia kepada  dosa oleh karena manusia masih ditaklukkan oleh dosa.

Dosa Adam dijadikan dosa manusia yang menjadi keturunannya. Hal ini terbukti bahwa hukuman kepada Adam juga dijatuhkan kepada keturunannya (Kej. 3: benih; Rm. 5: maut).

Tuhan menjadikan manusia sebagai kesatuan organis yang hidup dan bertumbuh satu dari yang lain. Tujuan semua ini adalah agar kasih Tuhan dapat hidup di dalam keturunan Adam dalam waktu-waktu selanjutnya. Tetapi karena kerusakan manusia karena dosa maka kasih Tuhan yang turun temurun itu tidak dapat tinggal di dalam hidup manusia.

Boice menegaskan bahwa semua orang adalah pendosa sehingga mereka melakukan dosa. Dosa asal Adam dan kesalahan karena dosa dengan cara tertentu yang tidak dapat dielakkan diwariskan kepada seluruh umat manusia. Pandangan Alkitab menjelaskan bahwa Allah memandang seluruh manusia bersalah karena pelanggaran Adam.

Dari penjelasan ini maka pertanyaan sederhana: Dari mana dosa berasal jika dosa bukan datang kepada kita seperti yang Alkitab nyatakan? Dari Alkitab ini penjelasan yang tepat  adalah kesengsaraan adalah akibat langsung dari dosa atau kegagalan-kegagalan manusia itu sendiri. Contoh adalah perokok. Penyakit kanker paru-paru adalah akibat seorang menjadi pelaku perokok. Tetapi dampak dari merokok tidak hanya perokok yang merasakannya melainkan juga orang lain yaitu bayi-bayi sejak dari kandungan juga menjadi tidak sehat, orang-orang di sekitar juga menjadi perokok pasif sehingga juga menikmati dampak dari rokok tersebut.

Adam dijadikan sebagai contoh. Contoh itu adalah sebagai benih yang mengeluarkan pohon yang besar. Keadaan benih menetukan pohonnya. Bila benihnya baik maka pohon dan buahnya juga baik.

Adam berbuat dosa maka pengaruh dosa ini sampai kepada jiwa dan tubuh. Keturunan Adam dan Hawa juga dilahirkan dalam keadaan kerusakan jiwa dan tubuh. Tidak hanya sakit keadaan manusia sekarang dan tidak sama sekali sehat, melainkan dengan tegas Paulus mengatakan dalam keadaan mengalami “maut”. Ia tidak dapat berbuat baik dan terus cenderung berbuat jahat (Ef. 2:1).

Dengan demikian tidak ada kehidupan di dalam diri manusia. Manusia itu “mati” di dalam dosanya. Manusia sudah rusak berarti ia telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Kerusakan warisan menjalar dengan kelahiran manusia.

Memang ada pandangan bahwa manusia di zaman teknologi ini memang mempunyai kesalahan-kesalahan. Tetapi kesalahan-kesalahan itu hanyalah kesalahan kecil, kelemahan kecil atau dosa-dosa kecil dari umat manusia. Hal ini dapat diperbaiki dengan berbagai penemuan ilmu pengetahuan dan perkembangan ilmu psikologi yang semakin meningkat.

Dalam perspektif Alkitab dosa adalah pintu datangnya kematian dan kesengsaraan manusia. Kematian adalah musuh ultimat manusia dan manusia akan ditelan oleh kematian itu. Manusia melihat tragedi manusia yang terus berlangsung di planet ini (kelaparan, peperangan, penderitaan, kemiskinan, kebencian, keegoisan dan ketidakpedulian yang terus meningkat di antara manusia). Dari hal ini Alkitab memberi penilaian yang realistis.

Pandangan-pandangan dunia selalu menjelaskan bahwa manusia pada hakekatnya baik. Bahkan agama mengatakan bahwa manusia itu dilahirkan suci adanya. Tetapi secara jelas Alkitab menerangkan bahwa manusia telah berdosa dan dikuasai oleh dosa oleh karena Adam. Oleh karena dosa Adam maka manusia juga berdosa dan juga mengalami kematian.

Melalui dosa warisan ini maka manusia itu pun juga melakukan dengan perbuatannya dosa-dosanya sendiri. Perbuatan manusia yang berdosa ini juga dipengaruhi oleh dosa warisan itu sendiri. Terutama kerusakan warisan ini telah mendatangkan kelemahan bagi manusia sehingga manusia tidak dapat berbuat baik dan selalu cenderung untuk melakukan yang jahat. Tetapi manusia tetaplah manusia yaitu makhluk yang berakal budi dan dapat memilih maka manusia dapat berbuat dan bertindak sendiri atau berbuat dosa sendiri. Inilah yang disebut dengan Dosa Perbuatan.

Tetapi agak berbeda dengan pandangan Niftrik dan Boland soal dosa warisan. Bagi Niftrik dan Boland dosa warisan adalah suatu pengakuan bahwa manusia secara keseluruhan telah berdosa kepada Allah. Manusia secara keseluruhan telah berdosa dan memberontak atau membelakangi Tuhan. Cerita Kejadian 3 tetap aktuil sebagai khotbah bahwa manusia itu telah berdosa kepada Allah. Cerita Kejadian 3 bukanlah laporan historis tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa. Cerita itu juga bukanlah dongeng atau cerita kuno tentang ular yang dapat berbicara. Tetapi cerita itu adalah khotbah yang diperhadapkan kepada manusia yang berdosa. Cerita itu adalah cermin agar manusia menemukan dirinya sendiri selaku pendosa dihadapan Tuhan.

Bagi Niftrik dan Boland ada kesamaan antara manusia satu dengan yang lain yaitu kesamaan telah berdosa secara pribadi lepas pribadi. Umat manusia satu di dalam dosanya di hadapan Allah. Inilah yang disebut Niftrik dan Boland sebagai dosa turunan.

Bagi Niftrik dan Boland maka dosa warisan adalah suatu bentuk pengakuan di hadapan Tuhan bahwa seluruh manusia telah berdosa dihadapan Allah. Jika Niftrik dan Boland memakai kata “Adam” maka yang mereka maksud adalah bahwa manusia itu adalah “orang-orang berdosa” dari satu Bapa yaitu Adam sebagai Bapa semua orang berdosa.

Jadi bila Paulus memakai kata “Adam” dalam Roma 5-6 hanya menandaskan bahwa “engkaulah manusia itu; engkaulah Adam itu; kepada kamu sekalian diberi nama itu.

2.4.    Akibat dosa.
Akibat dosa bagi manusia adalah
1)  Manusia diperbudak oleh dosanya sendiri. Dosa diibaratkan sebagai seseorang yang berkuasa. Ia adalah tuan yang telah membeli para manusia dan dijadikan budak-budaknya yang diharuskan hidup di dalam perbudakan itu (Yoh. 8:34; Rm. 7:14, 15; bnd. Rm. 3:9; Gal. 3:22).

Orang yang berdosa maka ia dikuasai oleh dosanya. Ia menjadi budak dosa dan takluk kepada tuntutan dosa. Diperbudak oleh dosa juga tampak dari batinnya yaitu di dalam pikiran, hati dan jiwanya. Jadi kerusakan dan perbudakan dosa ada juga di dalam batin manusia itu sendiri yang menjadi nyata di dalam perbuatan-perbuatan manusia (Rm. 1; Ef. 4:17-19).

Diperbudak oleh dosa juga tampak dari luar ke dalam dirinya. Hal ini dapat dilihat dari Roma 7:14 dst. Apa yang Paulus perbuat ia tidak tahu. Bukan apa yang ia kehendaki justru itu yang ia perbuat. Apa yang ia benci itu yang ia lakukan.

Bagian tubuh manusia itu telah dikuasai oleh dosa sehingga batin manusia tidak berdaya untuk menghalangi kekuatan dosa tadi.

2) Mengalami kematian
Di dalam dosa yang telah menguasai hidup manusia maka manusia mengalami kematian jasmani. Tetapi ketika manusia memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat manusia tidak langsung mati. Artinya, manusia diberi kesempatan untuk bertobat dan kembali kepada Allah.

Manusia yang dikuasai dosa itu juga mengalami kematian rohani. Kematian rohani yang dimaksud disini adalah terputusnya hubungan manusia dengan Allah. Tuhan adalah Maha suci dan manusia berdosa sehingga Tuhan mengusir manusia keluar dari taman Eden. Setiap manusia mengalami pengalaman ini sehingga setiap generasi manusia selalu mencari “Yang Transenden” tetapi juga merasa takut dengannya oleh karena dosa itu tadi.

Bila manusia terus dikuasai oleh dosa maka manusia itu akan mengalami kematian kekal. Manusia diberi kesempatan untuk bertobat dan bila kesempatan ini berakhir dan ia tidak bertobat maka manusia akan dijatuhi hukuman kekal.

3) Manusia menjadi rusak.
Dengan datangnya dosa ke dalam hidup manusia maka manusia akan mengalami kesusahan dalam hidupnya. Seluruh sisi dan sektor hidup manusia akan mengalami kerusakan akibat dosa (kesusahan dalam melahirkan, kekerasan, penindasan, kriminalitas, korupsi, pembunuhan, dsb.).

4) Dikuasai oleh iblis.

Akibat dosa yang lain, yang bukan dijatuhkan oleh Tuhan, adalah manusia dikuasai oleh iblis. Iblis memerintah hidup manusia dan setan memperalat manusia sampai ia mati dan binasa di dalam dosanya. Manusia mulai dikuasai oleh iblis. Iblis menguasai alur pikiran dan hatinya. Ia juga merasuki dan menyiksa manusia. Setan merajai hidup manusia. Hanya ada satu Pribadi yang dapat mematahkan kuk iblis dalam diri manusia yaitu Tuhan Yesus Kristus. Inilah Injil bagi manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar