Teologi
Sistematika 2
(Manusia,
Dosa dan Keselamatan)
OLEH PDT.JOSUA B.T.M SIAHAAN.M.Th
1.
Penciptaan
dan pribadi manusia:
1.1. Asal manusia
menurut Alkitab
Dalam Kejadian 2:7 disebutkan bahwa Tuhan
Allah membetuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya.
Manusia
|
Daging
(basar)
|
Jiwa
(nefesy)
|
Tuhan
Allah
|
Menciptakan (Kej.
1:26, 27)
Manusia:
debu (afar) Kej. 2:7;3:19 dan “nafas Hidup” (nesyama) dan roh (ruakh) Allah
|
Debu tanah/daging menunjuk kepada tubuh
manusia yang lahiriah (kodrati manusia-Yoh. 1:13; 3:5 dst; I Yoh. 2:16 dst.).
Debu tanah bahasa Ibrani: “adamah”/daging
(“basar”) yang dalam bahasa Yunani: “sarx”.
Tubuh
Manusia
|
menunjuk
|
Cara Berada manusia
(Mat. 5:30; 6:25; Rm. 12:4 dst; I Kor.
12:12-20)
Karena manusia diciptakan oleh Tuhan, maka
tubuh manusia selalu rindu untuk memuji Tuhan (Mzm. 63:2; 16:9; 119:120).
Segi lain dari Kejadian 2:7 adalah ke dalam
hidung manusia dihembuskan “nafas hidup” sehingga manusia (yang dari debu)
menjadi “makhluk yang hidup”. Jiwa adalah ciptaan Allah yang baru.
Manusia=
”Makhluk
hidup”=Nefesy
|
Nefesy:
membenci, bergirang
|
Emosi/jiwa/hati(Im.26:36).
|
Orang
/pribadi (Kej. 14:21)
|
Kesimpulan: Nefesy menjelaskan keseluruhan
manusia sebagai makhluk yang bernafsu, berkehendak dan berpikir dsb. Walaupun
ada tubuh/badan dan jiwa/nyawa maka bukan berarti bahwa manusia terdiri dari
dua bagian. Tetapi sebagai “segi”
dari manusia itu sendiri.
Segi batin manusia juga diungkapkan dengan
istilah “hati” (Ibrani: “leb” ,
Yunani: “kardia”) dan kata “roh”
(Ibrani: “ruah”, Yunani: “pneuma”).
Hati
Manusia
|
Tempat akal budi (I Raj.
3:12; Ams. 14:33; I Kor. 1:10; Rm. 12:2).
Hati menunjukkan segi terdalam dari diri
manusia, kehendak manusia yang rasionil, kesadaran, mengadakan penilaian,
menerima atau menolak, mengadili dan memilih.
Mengenai roh manusia:
Ø Alat untuk
mengetahui (Mzm. 77:7; Mrk. 2:8 diterjemahkan “hati”).
Ø Tempat emosi
(Kel. 41:8; Kis. 17:16 yang diterjemahkan dengan “hati”)
Ø Alat untuk
menghayati dunia luar serta menyambutnya (I Kor. 16:18)
Ø Alat untuk
bersaksi (Rm. 8:16)
Ø Alat untuk
beribadat (Rm. 1:9, diterjemahkan dengan “hati”)
Ø Alat untuk
bersekutu (Flp. 2:1).
Roh
manusia
|
(bentuk pengamatan
rohani).
Roh manusia bukanlah
berdiri sendiri disamping unsur-unsur yang lain. Roh manusia adalah diri
manusia itu sendiri yang berpikir, berbuat, menyambut perbuatan-perbuatan orang
lain, membuat rencana, mengambil keputusan (Bnd. Kej. 41:8; I Sam. 1:15, I Raj.
21:5). Jadi “roh manusia” menunjuk kepada orang itu sendiri.
Manusia dibangun/diciptakan untuk menjadi
responsif atau menjawab. Yang dimaksud adalah menjawab sabda Allah. Kemampuan
untuk mendengar merupakan ciri khas eksistensi manusia.
Tuhan
Allah
|
manusia Diperlengkapi
untuk menjawab.
Manusia
yang mendengar
|
Manusia diciptakan
menurut rupa dan
gambar Allah
sehingga ia dapat
berkata-kata dan
mendengar.
Manusia baru muncul dalam panggung sejarah
ketika manusia menyadari kehadiran Allah dan belajar berdoa sehingga manusia
menjadi dirinya melalui relasi dengan Allah Pencipta.
Tuhan Allah.
|
Ia berfirman=kasih-Nya
Manusia
|
Cinta
kasih
|
Cinta kasih.
|
Kesadaran
kebebasan untuk memilih
|
Kebebasan
tetapi juga terikat
|
Menjawab Allah
|
Jadi apakah ciri khas hidup manusia?
Ciri manusia?
|
Cinta
kasih ke sesama.
|
Kebebasan berbuat.
|
Bagaimana dengan Perjanjian Baru?
Perjanjian
Baru
|
Psuke/Jiwa
|
ñ
Manusia
(Rm. 2:9:13:1)
Pneuma
|
ñ
Manusia
bukanlah terdiri dari dua atau tiga bagian.
ñ
Bukan
organ-organ atau prinsip-prinsip dari kehidupan rohani yang terkurung di dalam
tubuh (“soma”).
ñ
Tetapi
sebagai kesatuan hidup: pribadi di dalam soma
menjadi obyek diri sendiri, sebagai psuke
dan pneuma hidup demi keinginan dan
pengetahuannya.
Dalam semuanya itu kita kembali kepada
penjelasan Martin Luther bahwa Allahlah yang menciptakan manusia dan
memperlengkapi dan memelihara tubuh dan jiwa. Allahlah yang mengaruniakan akal
budi kepada manusia. Bagi Luther Manusia bukanlah autonom melainkan theonom.
Artinya manusia menjadi manusia oleh karena relasi dan berpusat kepada Allah
(Katekismus Kecil Martin Luther).
1.2. Manusia sebagai
rupa dan gambar Allah
Kejadian
1:26,27
|
Rupa Allah (Demuth), similitudo.
Imago adalah lukisan yang sangat mirip dengan
aslinya (image). Gambar Allah sangat jelas dan tidak
samar-samar atau kabur.
Istilah “gambar” dan “rupa” merupakan istilah
yang sinonim. Hal ini dapat terlihat dalam ayat 27 yang hanya memakai kata
“gambar”. Kata “gambar” ini sudah mencakup didalamnya kata “gambar” dan “rupa”
ilahi.
Tetapi ada perbedaan yang cukup mencolok
antara Allah Pencipta dengan manusia sebagai ciptaan. Allah mempunyai ke-Ada-an
diri yang tidak dapat dikomunikasikan kepada manusia. Tetapi atribut yang lain
dari Allah dikomunikasikan kepada manusia seperti: hikmat, pengertian dan
penguasaan supaya dipancarkan atau tercermin dalam diri manusia. Allah adalah berhikmat
maka manusia juga mempunyai hikmat. Allah memerintah maka manusia juga
memerintah. Tetapi Allah dalam ke-Ada-an-Nya adalah tanpa batas sedangkan
manusia mempunyai hikmat dan penguasaan yang terbatas.
Gambar manusia ini bukanlah diciptakan
setelah ada gambar kemanusiaan Kristus atau natur ilahi Kristus. Gambar manusia
ini adalah kemuliaan Allah Tritunggal yang penuh kemuliaan yang ada di dalam
diri Allah.
Gambar
Allah dibagi dalam:
a)
Gambar
formal.
Gambar formal adalah personalitas kemanusiaan itu sendiri yang
terdiri dari intelektual, kehendak dan
emosinya. Bila gambar formal ini hilang maka esensi manusia itu telah
hancur. Gambar formal manusia tidak dapat hilang dan inilah yang disebut dengan
bagian yang esensial. Gambar Allah menyangkut formal dan material. Gambar Allah
itu bukanlah manusia. Tetapi manusia adalah potret Allah atau lukisan yang
mirip dengan Allah. Gambar Allah itu ada di dalam diri manusia.
Dalam hal ini Louis Berkhof, teolog Reformed juga menjelaskan:
Karena diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah maka manusia memiliki natur rasional dan moral
yang tidak hilang oleh dosa dan yang tidak mungkin hilang tanpa berhenti
sebagai manusia. Bagian dari gambar dan rupa Allah ini memang tercemari oleh
dosa, tetapi masih tetap tinggal dalam diri manusia bahkan juga setelah kejatuhannya dalam dosa. Kita
perhatikan bahwa manusia setelah kejatuhannya dalam dosa, tanpa kita perhatikan
keadaan spiritualnya, masih tetap disebut sebagai gambar dan rupa Allah dalam
Kejadian 9:6; I Korintus 11:7; Yakobus 3:9. Kejahatan pembunuhan adalah suatu
kesalahan besar karena si pembunuh menyerang gambar dan rupa Allah. berdasarkan
ayat-ayat ini kita tidak boleh berkata bahwa manusia sepenuhnya kehilangan gambar
dan rupa Allah.
Gambar Formal
|
Emosi
b)
Secara
spiritual (kerohanian).
Karena
Allah itu Roh maka gambar dan rupa Allah dalam diri manusia juga mengandung
unsur kerohanian. Hal ini terlihat dalam Kejadian 2:7 yaitu Allah menghembuskan
ke dalam hidung manusia nafas hidup. Nafas hidup adalah prinsip dasar kehidupan.
Jiwa dilekatkan dan dimasukkan ke dalam tubuh tetapi jika memang diperlukan
dapat juga hidup tanpa tubuh. Jadi manusia adalah makhluk spiritual.
Manusia
memiliki roh sehingga manusia dapat bersekutu dengan Allah yang adalah Roh
(Yoh. 4:24). Pada level roh manusia sadar akan Allah dan bersekutu dengan-Nya. Para
nabi PL mendengarkan suara Allah selalu dikatakan dihidupkan oleh “roh” Allah.
Dalam PB, pneuma dipakai dalam kapasitas khusus untuk berhubungan dengan Allah
yang merupakan kemuliaan bagi umat tebusan, berlawanan dengan Psyche yang
dimiliki oleh orang yang tidak diselamatkan dan yang tidak merespon Allah (I
Kor. 2:9-16).
Sekalipun
ada penjelasan demikian, namun manusia tidak dibagi dalam dua atau tiga bagian.
Seorang manusia tetaplah manusia dalam kesatuannya. Keselamatannya terdiri dari
penebusan secara keseluruhan, bukan sekedar jiwa atau roh, karena masing-masing
bagian telah dipengaruhi oleh dosa.
c)
Gambar
di dalam tubuh manusia.
Gambar manusia yang adalah gambar ilahi dari
Allah tidak terletak di dalam tubuh manusia, tetapi di dalam jiwa karena
pengetahuan tentang Allah dan kesucian ada di dalam jiwa. Tetapi gambar ilahi
juga dimanifestasikan juga dalam tubuh, karena tubuh adalah organ dari jiwa dan
bagian esensial manusia.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah tubuh
manusia juga membentuk satu bagian dari gambar dan rupa Allah? Berkhof
menyebutnya “ya”. Ia menjelaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan
rupa Allah dan manusia sebagai “makhluk yang hidup” itu tidaklah lengkap tanpa
tubuh. Ia juga menjelaskan bahwa pembunuhan sebagai penghancuran atas tubuh
(Mat. 10:28) dan juga penghancuran atas gambar dan rupa Allah (Kej. 9:6).
Berkhof lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak perlu mencari gambar dan rupa
Allah dalam substansi material dari tubuh manusia; gambar dan rupa Allah itu
lebih ditemukan dalam tubuh sebagai alat yang cocok untuk ekspresi diri jiwa
tersebut. Bahkan tubuh ditetapkan untuk
menjadi dalam akhir suatu tubuh rohaniah, yaitu suatu tubuh yang sepenuhnya
diatur oleh roh, suatu alat yang sempurna bagi jiwa.
Tubuh inilah yang membedakan manusia dengan
Allah. Allah adalah Roh dan manusia memiliki tubuh. Tetapi walaupun demikian
penjelasan Berkhof, dengan pertimbangan lebih lanjut, ada hal yang perlu
dipertanyakan. Bagaimana dengan inkarnasi Yesus? Apa yang muncul lebih dahulu
dalam pikiran Allah, tubuh Kristus atau tubuh Adam? Apakah Kristus menjadi
seperti kita melalui Inkarnasi atau kita yang menjadi seperti Dia melalui
tindakan kreatif Allah?
Oleh karena pertanyaan di atas maka James
Montgomery Boice dapat berspekulasi demikian: Ketika Allah berjalan dalam taman
dengan Adam dan Hawa sebelum kejatuhan, Ia melakukannya sebagai Pribadi Kedua
dari Trinitas, dalam suatu bentuk pra-inkarnasi tetapi tetap merupakan bentuk
yang berbadan (Kej. 3:8).
Maksud dari semuanya itu adalah tubuh sangat
bernilai dan seharusnya dihormati dalam cara memperlakukannya. Sebagai
laki-laki dan perempuan yang ditebus, manusia seharusnya melihat bahwa tubuh
manusia adalah “bait Allah” (I Kor. 3:19).
Ketika manusia telah jatuh ke dalam dosa,
manusia tetap disebut sebagai manusia (“anqrwpoz” - “antropos”, Rm. 5:12)
karena itu kebenaran asali itu bukanlah bersifat nyata melainkan non esensial
tanpa atribut. Dengan demikian adalah tidak normal jika manusia itu tidak
melayani Allah (Rm. 8:7), tanpa Allah di dunia ini (ateis, lihat: Ef. 2:12= tanpa Kristus dan tanpa
Allah “aqeoi” dalam dunia).
d)
Gambar
material.
Yang dimaksud dengan gambar material manusia adalah
kemampuan asali manusia atau kwalitas dari isi gambar Allah secara formal. Di
dalam bagian gambar material manusia ini terdapat 1) kebenaran asali atau kesempurnaan esensial yang artinya
penerangan dalam pengertian, kesucian dalam kehendak, kemurnian dalam emosi.
Dalam asal muasalnya manusia itu sempurna. Di dalam dirinya terdapat hikmat di
dalam pengertian, kesucian kehendak dan perasaan yang diberkati. Manusia
diciptakan dalam kondisi yang sudah dewasa dan matang. Selain itu gambar
material juga 2) bukanlah subyek untuk
menderita. Secara asali tubuh manusia adalah murni dan sempurna atau
mempunyai roh suci. Manusia mempunyai harmoni yang sempurna antara selera atau
hasrat yang sempurna dan kehidupan manusia yang tinggi. Selain itu manusia juga
kekal adanya. Dia tidak akan
menjalani kematian. Louis Berkhof menjelaskan bahwa hanya Allah saja yang kekal
(I Tim. 6:16). Berarti manusia tidaklah kekal. Tetapi kekekalan manusia adalah
pemberian Allah. Manusia kekal berarti di dalam dirinya manusia tidak dapat
membawa benih-benih kematian fisik, dan dalam keadaan aslinya manusia tidaklah
berada di bawah hukum kematian. Kematian adalah hukuman dosa (Kej. 2:17) dan
kematian ini mencakup kematian tubuh/fisik (Kej. 3:19). Paulus menyatakan bahwa
dosa membawa kematian ke dalam dunia (Rm. 5:12; I Kor. 15:20, 21) dan kematian
adalah upah dosa (Rm. 6:23).
Dan manusia adalah tuan
atas segala ciptaan. Dia berdiri dengan kesempurnaan keharmonisan antara
alam ciptaan dan mahkota ciptaan yaitu manusia.
Gambar
Material
|
Kebenaran asali
|
Bukan
subyek yang menderita
|
Gambar Allah ini dapat diikuti dari beberapa
penjelasan ayat-ayat Alkitab antara lain:
ñ
Allah
menciptakan manusia berdasarkan gambar-Nya sendiri (Kej. 1:26, 27).
ñ
Allah
melihat segala ciptaan-Nya sungguh amat baik (Kej. 1:31).
ñ
Manusia
adalah gambar Allah (Kej. 9:6).
ñ
Manusia
baru adalah ciptaan Allah di dalam kebenaran dan kesucian ( Ef. 4:24).
ñ
Manusia
baru yang selalu diperbaharui untuk memiliki pengetahuan gambar Allah yang
diciptakan-Nya (Kol. 3:10).
ñ
Manusia
diciptakan menurut rupa Allah (Yak. 3:9).
Keadaan asali manusia juga dipaparkan dalam
Kejadian 1:31 bahwa manusia itu sungguh amat baik. Manusia juga dijelaskan
bahwa manusia pertama (Adam dan Hawa) keduanya telanjang dan tidak merasa malu
(Kej. 2:25). Dari kedua ayat ini dapat diuraikan dua hal yang terekam keadaan
situasi manusia:
1.
Allah
memberikan perintah (Kej. 2:16-17)
2.
Manusia
dihadirkan untuk hidup di dalam keintiman dan persekutuan dengan Allah (Kej.
2:19; 3:23).
Dari kedua
fakta alkitabiah ini maka manusia dikaruniakan pengetahuan akan Allah dan
kecenderungan yang suci dalam dirinya. Hal ini dapat kembali dilihat seperti
diuraikan oleh Paulus dalam Kolose 3:10 dan Efesus 4:24.
Dengan ini, manusia
tidak diciptakan dalam kondisi yang brutal dan bengis atau memiliki sifat-sifat
kebinatangan atau berasal dari binatang dan sel purba, tidak memiliki bahasa
atau moral yang berbeda (teori Darwin). Melainkan manusia itu, sesuai Kitab
Suci, adalah tuan atas segala kerajaan hewan, dikaruniakan kemampuan untuk
berbicara, kecerdasan dan pengetahuan akan Allah dan pengetahuan akan dunia
alam melalui kerajinan studi. Luther menjelaskan bahwa Adam adalah Filsuf
yang pertama.
Luther tidak
menjelaskan bahwa manusia itu “polos tanpa salah” (Childlike innocence, lihat
juga ajaran Islam). Keadaan “Childlike Innocence” adalah keadaan yang menipu.
Manusia diciptakan seperti keadaannya sebagai manusia apa adanya yang dipenuhi
dengan kesucian, sukacita. Ia juga menjelaskan bahwa manusia itu
dipenciptaannya mempunyai kebenaran asali. Kebenaran asali
yang dimaksud Luther adalah ia adalah berbudi dan benar, tidak hanya di dalam
tubuh dan bagian eksternal manusia juga dalam bagian jiwa. Manusia itu
mengetahui Allah, ia taat kepada-Nya dengan sukacita, senang, dan mempunyai pengertian
akan karya-karya Allah. Kebenaran asali bagi Luther juga diungkapkan dalam diri
manusia melalui kasih Adam kepada Allah dan karya Allah yang ada di dalam
hatinya.
Manusia( dalam kebenaran
asali): berbudi dan benar, kasih dan taat kepada Allah, sukacita, hikmat,
senang, hanya Allah di dalam hatinya.
|
1.3. Manusia dengan
dirinya dan sesamanya.
Alkitab seperti yang telah diuraikan membedakan
beberapa segi dalam diri manusia:
1.
Roh
(ruakh, pneuma).
2.
Jiwa
(nefesy, psukhe).
3.
Tubuh
(Soma)
4.
Daging
(basar, sarx).
Ada hal yang
perlu diperhatikan yang selalu menjadi diskusi teologi yaitu apabila kita
berbicara tentang manusia, maka biasanya kita memisahkan antara tubuh dan jiwa
dan selanjutnya antara jiwa dengan roh (Niftrik dan Boland)
Tubuh, jiwa dan roh.
|
Niftrik dan
Boland menjelaskan bahwa menurut antropologia
Alkitab, manusia itu sebagai kesatuan dan suatu keseanteroan. Alkitab tidak
menyebut bahwa manusia “mempunyai” suatu jiwa dan suatu tubuh sebagai dua unsur
yang banyak sedikitnya berdiri berdampingan.
Louis Berkhof
juga menjelaskan bahwa manusia itu merupakan suatu kesatuan tetapi ia agak ragu
dalam memastikan itu karena ia juga menjelaskan bahwa manusia itu terdiri dari
dua konstituen yaitu tubuh dan jiwa.
Ada dua ajaran yang berbicara tentang kemanusiaan itu sendiri yaitu trikhotomi dan dikhotomi. Pengajaran itu mencoba mencari dasar dari Alkitab yaitu
untuk Trikhotomi diambil dari Ibrani 4:12 dan I Tesalonika 5:23. Manusia itu
terdiri dari badan, jiwa dan roh sebagai zat yang berdiri – sendiri.
Ajaran Trikhotomi terdapat dalam filsafat Yunani dan di dalam agama
Hindu serta Kebatinan. Ajaran itu mengajarkan:
1.
Roh (nous) dan badan (benda) terpisah oleh jurang. Roh adalah suci adanya sedangkan
badan (benda) adalah dosa.
2.
Supaya
dipersatukan maka jiwa diperlukan sebagai penengah yaitu psukhe.
3.
Ketegangan
antara roh yang suci dan badan yang penuh dosa seperti ketegangan magnet antara
kutuh utara dan kutub selatan.
Badan
|
Jiwa
|
Roh
|
Ajaran dikhotomi:
1.
Manusia
terdiri dari badan dan jiwa.
2.
Badan
dan jiwa sebagai dua zat yang saling bertentangan.
3.
Dasar
alkitab yang dipakai: Matius 6:25; 10:28; Luk. 1:46 dengan Pkh. 12:7; I Kor.
5:3-5). Kematian dilukiskan sebagai “menghembuskan nafas terakhir” (Kej. 35:18)
dan “menyerahkan nyawa” (Mzm. 31:6; Luk. 23:46). Orang mati disebut “roh” (Ibr.
12:23) dan juga “jiwa” (Why. 6:9).
Badan
|
Jiwa
|
Ajaran
Trikhotomi dan Dikhotomi mengajarkan dualisme yaitu ajaran yang mengakui adanya
dua zat yang saling bertentangan secara asasi.
Pembahasan
Alkitab:
ñ
Penganut
ajaran Trikhotomi mengacu pada Ibrani 4:12 dan I Tesalonika 5:23, namun kedua
ayat itu tidak dapat menentukannya dengan pasti. Dalam Ibrani 4:12
diterjemahkan “jiwa dan roh” tetapi mungkin sekali artinya firman Allah
menyoroti manusia dari segi mana pun (bnd. Ay. 13), firman Allah menembus
seluruh batin dan kehidupan manusia yang paling dalam sehingga tidak ada yang
tersembunyi dari Allah, bukan bahwa ada pemisahan antara jiwa dan roh. Istilah
“jiwa, roh, sendi-sendi dan sumsum menunjukkan manusia sebagai suatu
keseluruhan. I Tesalonika 5:23 menegaskan kuasa Allah untuk menguduskan manusia
seutuhnya yang meliputi roh, jiwa dan tubuh. Ungkapan ini tidak menunjukkan
susunan dan struktur manusia.
ñ
Seperti
yang dikatakan oleh Niftrik dan Boland bahwa manusia itu adalah satu kesatuan
tidak terpisahkan. Alkitab memakai istilah tubuh, jiwa dan roh atau hati, akal
budi dst. Semuanya merupakan cara yang berbeda-beda untuk melihat pribadi
manusia itu yaitu manusia yang satu. Kata “jiwa” (Ibr. Nefesy, Yun. Psukhe) di
beberapa ayat Alkitab seperti I Raja-raja 17:22 dan Lukas 16:22 disebut
terlepas dari tubuh, namun pada umumnya yang dimaksud adalah pribadi manusia
seutuhnya (Yos. 10:28; I Raj. 19:14; Mat. 6:26; Kis. 27:37).
ñ
Lihat
pandangan Plato:
Tubuh
|
Jiwa
|
Sedangkan pandangan Alkitab menjelaskan bahwa hidup sesudah kematian
adalah kebangkitan tubuh. Manusia hanya dapat masuk dalam kehidupan sebenarnya
jika ia mempunyai tubuh.
ñ
Hal
yang perlu diperhatikan:
1.
Tubuh
tidak mutlak perlu dalam keadaannya yang hakiki, tetapi kehidupan manusia yang
sebenarnya adalah dengan tubuhnya. PB mengungkapkan bahwa Yesus melihat
kemungkinan manusia terlepas dari tubuhnya (Mat. 10:28; Luk. 19:19-31; 23:43).
Hal ini menjelaskan adanya kesementaraan orang Kristen antara kematian fisiknya
dan kedatangan Kristus kedua kali saat manusia menerima tubuh kebangkitan.
Tetapi keadaan tidak bertubuh ini tidaklah ideal. Tujuan orang Kristen adalah
mengganti tubuh yang hina ini dengan tubuh yang serupa dengan tubuh-Nya (Fil.
3:21).
2.
Tujuan
akhir manusia adalah dalam hubungan dengan Allah pada tingkat rohani dan
akhlak. Dalam hubungan dengan Allah maka manusia akan mengarah kepada pertumbuhan
rohani tetapi tidak mempengaruhi tubuhnya (II Kor. 12:7; II Tim. 4:20 dyb) atau
bagi status sosial dan politik orang Kristen (I Kor. 7:17-24)
Seperti yang diungkapkan
oleh Alkitab bahwa Allah menghembuskan nafas ke dalam manusia pertama, maka
manusia itu menjadi hidup. Kemudian Allah memerintahkan agar manusia berkembang
biak dan memenuhi bumi ini. Manusia sebagaimana dirinya sendiri, apakah jiwa
itu diciptakan kembali di dalam generasi berikutnya ataukah ada peran manusia
dalam penurunan jiwa kepada generasi berikutnya?
Ada beberapa
teori yang perlu diperhatikan:
1.
Pre
eksistensi.
Tokohnya adalah Origen, Scotus Erigena dan
Julius Mueller. Pandangan ini mengajarkan bahwa jiwa-jiwa manusia ada dalam
keadaan yang sudah lebih dahulu terbentuk dan keadaan jiwa-jiwa itu dalam
keadaan tersebut mempengaruhi keadaan jiwa tersebut pada saat kemudian.
2.
Penciptaan.
Calvin lebih cenderung menerima teori
penciptaan. Pandangan ini telah menjadi umum di kalangan teolog Reformed
setelah masa reformasi gereja. Teori ini menjelaskan bahwa jiwa manusia itu
diciptakan oleh Tuhan dan tidak dapat dengan tepat ditentukan kapan waktunya.
Jiwa yang diciptakan oleh Tuhan digabungkan dengan tubuh yang berdosa. Tidak
berarti bahwa jiwa diciptakan pertama kali terpisah dari tubuh dan kemudian
mengalami polusi karena bergabung dengan tubuh yang kemudian dapat membawa
manusia kepada pemikiran bahwa dosa adalah sesuatu yang bersifat fisik. Jiwa
walaupun terjadi karena tindakan penciptaan Allah, sesungguhnya telah dibentuk
sebelumnya dalam kehidupan fisik dari janin yaitu dalam hidup orang tuanya dan
dengan demikian memperoleh hidupnya bukan di atas atau di luar kerumitan dosa
tetapi justru di bawah dan di dalamnya yang oleh dosa itu kemanusiaan secara
keseluruhan mendapatkan bebannya.
3.
Traducianisme.
Pandangan
ini mengajarkan bahwa pengantaraan jiwa diturunkan dari kedua orang tuanya
(tubuh dan jiwa). Penjelasan ini lebih mengena kepada uraian Alkitabiah.
Keberadaan manusia yang berdosa diturunkan dari kedua orang tuanya. Inilah yang
disebut dengan dosa warisan. Dalam Roma 5:12 dijelaskan bahwa dosa membuktikan
dengan kuat mengalir kepada setiap manusia yang merupakan generasi berikutnya
dari Adam. Dalam I Korintus 15:22 juga dijelaskan bahwa persekutuan dengan Adam
maka manusia menjadi mati. Bila melihat ke Kejadian 1:27 maka istilah “manusia”
merujuk kepada Adam dan Hawa dan seluruh manusia atau bangsa-bangsa yang akan
datang berikutnya. Mati di dalam Adam adalah eksistensi manusia itu ada di
dalam pribadi Adam dan Hawa pada awalnya. Dengan demikian yang dimaksud Paulus
adalah keberadaan manusia dan bangsa-bangsa di waktu berikutnya sudah ada di
dalam manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Adam dan Hawa adalah menjadi wakil
dari manusia di seluruh dunia yang akan lahir dari mereka. Di dalam Adam untuk
berikutnya manusia telah berdosa. Di dalam Adam maka manusia dalam
spesiesnya/jenisnya tetap mempunyai keberadaan yang sama dalam dirinya. Tetapi
manusia mengalami keragaman di dalam personalitasnya. Manusia di dalam sifat
dan karakternya tidak kelihatan dan secara individu ia kelihatan dalam
naturnya. Manusia dalam Adam adalah kesatuan. Keragaman yang terjadi
dikembangkan dari Adam dan Hawa dalam kesatuan spesies. Dalam hubungan suami
istri inilah manusia berkembang dan keadaannya baik itu sifat dan karakternya
diturunkan dari kedua orang tuanya. Ayat-ayat Alkitab ini dapat menolong teori
Traducianisme yaitu Ibrani 7:10 bahwa Lewi ada di dalam Abraham. Yeremia 1:5
bahwa Allah sudah melihat Yeremia walau ia belum ada lahir di bumi. Ibrani
11:1-3 juga menjelaskan sesuatu yang tidak dilihat tetapi pasti datang. Teori
Tradusianisme dianut oleh Tertullianus, Rufinus, Apollinarius, Gregory dari
Nyssa dan Luther. Tetapi ada juga teolog-teolog Reformed yang memegang
pandangan ini diantaranya H.B Smith dan Shedd, A.H. Strong juga lebih condong
pada teori ini.
Dalam bagian
berikutnya manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang berelasi dengan Allah
dan sesamanya. Penciptaan Adam yang seorang diri dinyatakan oleh Alkitab
sebagai “tidak baik” (Kej. 2:18). Allah membangunkan
Hawa dari tulang rusuk Adam agar manusia
itu bersosial dengan sesamanya. Alkitab juga menggambarkan persekutuan Israel
dan gereja. Persekutuan Israel sebagai suatu bangsa dan gereja sebagai umat
Allah juga menggambarkan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang berelasi
dengan sesamanya. Gambaran relasi manusia dengan sesamanya itu merupakan
gambaran Allah Tritunggal yang berpesekutuan di antara Bapa, Anak dan Roh.
Gambaran manusia yang bersosial berpuncak ketika Kristus datang kedua kali dan
membawa Yerusalem sorgawi kepada manusia yang percaya kepada-Nya.
Adam dan Hawa merupakan ciptaan Tuhan yang sederajat dalam nilai dan
statusnya dihadapan Allah. Hawa dikatakan sebagai “penolong” bagi Adam (Kej.
2:18). Hawa diciptakan sepadan dengan Adam yang artinya sama dan cukup. Hawa
tidak lebih rendah dari Adam dan Adam tidak lebih tinggi dari Hawa. Injil
dengan lebih gamblang menjelaskan peran wanita dalam pekerjaan Yesus dan gereja
mula-mula (Luk. 7:36-50; Yoh. 4:1-30; 8:11; 12:1-8). Dengan kuat Paulus
menyatakan bahwa dalam Kristus tidak ada laki-laki atau perempuan (Gal. 3:28).
Adam dan Hawa (laki-laki dan perempuan) mempunyai fungsi yang
berbeda tetapi mereka dalam hubungannya saling melengkapi satu dengan yang
lain. Dalam hal ini perlu kajian yang mendalam tentang hubungan suami istri
seperti yang Paulus ungkapkan dalam Efesus 5:23). Laki-laki dan perempuan
mempunyai peran yang berbeda tetapi mereka saling melengkapi dengan baik. Suami
sebagai kepala rumah tangga berperan sebagai Kristus yang mengasihi jemaatnya.
Berarti suami hendaknya mengasihi istrinya dengan pengorbanan seperti yang
Kristus lakukan. Demikian juga istri tunduk kepada suami dalam rangka ketaatan
kepada Kristus yaitu Kepala Gereja. Istri tunduk oleh karena suami bersikap
Kristus yaitu mengorbankan dirinya demi istrinya.
Pandangan di atas dapat menjadi acuan bagi masyarakat dan khususnya
gereja Kristen bahwa kehidupan manusia itu terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Peranan sosial manusia terlihat dari relasi manusia itu sendiri
(Laki-laki dan perempuan) dan perkawinan yang heteroseksual dan bukan
homoseksual (Kej. 2:20-25). Tetapi bukan berarti bahwa tidak menikah tidak
termasuk manusia sejati karena Yesus sendiri tidak menikah. Perjanjian Baru
sendiri tidak menganjurkan bahwa pernikahan sebagai hal yang hakiki untuk
pemenuhan kehidupan Kristen.
2.
Persoalan manusia: Dosa.
2.1.
Asal mula dosa.
Dalam PL dosa adalah bentuk “ketidaktaatan” yang
diungkapkan melalui kata pesya
(pemberontakan/pelanggaran), khatta
(pelanggaran, meleset dari sasaran), shagah
(tersesat) dan awon (perbuatan yang
tidak senonoh). Dalam PB dosa juga diartikan sebagai “ketidaktaatan” (Rm. 5:19),
hamartia (kekurangan), paraptoma (kesalahan). Dosa adalah kemurtadan yaitu terjatuh dari
maksud-maksud Allah untuk umat manusia. Dosa merupakan suatu penyimpangan dari sebuah standar yang
lebih tinggi atau dari sebuah keadaan yang dinikmati sebelumnya. Manusia
sebelumnya tanpa dosa, sebagaimana ciptaan Allah yang lain. Allah menciptakan
alam semesta dengan sempurna. Tetapi manusia memberontak terhadap Allah dan kesempurnaan, jatuh dari natur dan
tujuan yang agung yang Allah tentukan untuknya. Dosa adalah pemberontakan karena dosa bukanlah
unsur yang utama. Dosa hanyalah unsur sekuder. Unsur yang utama adalah kehendak
Allah yang “baik, yang berkenan dan sempurna” itu darimana kita telah
menyimpang dan kemana kita dipulihkan hanya dengan kuasa anugerah Allah dalam
Yesus Kristus yang menakjubkan
Ketidaktaatan ini tidak hanya melanggar hak dan
hukum Taurat Allah (I Yoh. 3:4), tetapi juga melawan Allah sendiri. Paulus
menyebut orang berdosa sebagai “musuh” dan “pembenci” Allah (Kol. 1:21; Rm.
1:30). Sejajar dengan itu dalam perumpamaan tentang para penggarap kebun anggur
(Mrk. 12:1-12), dosa dilihat dalam rangka pemberontakan terhadap Allah. Dengan
kata lain, manusia sebagai orang berdosa tidak hanya melanggar hukum Allah,
tetapi juga ingin merebut takhta Allah; manusia tidak hanya melupakan perintah
Allah, melainkan juga melampaui perbatasan antara Allah dengan ciptaan-Nya.
Oleh karena itu Paulus tidak hanya menjelaskan hakikat dosa dengan istilah
“ketidakpatuhan” (parakoe, Rm. 5:19)
tetapi juga sebagai “keinginan” yang tidak benar (epithumia, Rm. 7:7).
Bagi
Paulus, dosa adalah sesuatu yang dilakukan manusia dengan tanggung jawab
sendiri dan juga suatu keadaan yang di dalamnya manusia sudah berada sejak
semula. Dosa adalah kesalahan sendiri dan malapetaka. Mengenai dosa sebagai
malapetaka diterangkannya dengan mengatakan bahwa dalam proses berbuat dosa,
bukan manusia yang menjadi subyek, tetapi dosa yang berdiam dalam diri manusia
(Rm. 7:17, 20). Karakter dosa sebagai malapetaka yang transsubyektif
ditampakkan juga dalam pandangan bahwa dosa umat manusia diakibatkan oleh dosa
Adam (Rm. 5:12 dst.). Tetapi terhadap pandangan tersebut Paulus tidak memberi
penjelasan yang terinci.
Menurut Luther, dosa utama adalah
“ketidakpercayaan”. Luther melihat nafsu (konkupisensia)
tidak hanya mencakup “bidang bawah” personalitas manusia, yaitu bidang
jasmaniah, melainkan masuk ke dalam inti jati dirinya sendiri.
Menurut
Artikel-artikel Schmalkalden, dosa berasal dari Adam. Oleh karena itu dosa
dianggap sebagai peccatum originale
yang turun menurun di mana perbuatan dosa manusia yang sekarang hanya sebagai
“buahnya”. Dengan kata lain, dosa warisan dimengerti sebagai dosa asal yang
berakar pada Adam lalu menumbuhkan perbuatan-perbuatan dosa. Jelas bahwa dosa
warisan dan perbuatan erat, sehingga merupakan dosa yang sama. Keduanya bukan
dua realitas, melainkan dua segi dari realitas yang sama. Menurut Luther, dosa
warisan bukanlah takdir yang harus diterima tanpa kesalahan sendiri. Jadi dosa
warisan tidak melepaskan manusia dari tanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
Sebaliknya ajaran itu membebani manusia dengan memperlihatkan bagaimana setiap
insan bersatu dengan Adam tanpa dapat mengelak.
Dalam Konfesi Augsburg dosa warisan dijelaskan
“semenjak kejatuhan Adam, semua manusia yang dilahirkan secara alamiah
diperanakkan dan dilahirkan dalam keadaan berdosa, yaitu semua manusia penuh
dengan hawa nafsu dan kecendrungan yang jahat sejak dari kandungan ibunya dan
tidak merasa takut akan Allah serta tidak mempunyai iman sejati kepada Allah”
(Konf. Augsburg II). Dosa diartikan sebagai berkurangnya rasa takut terhadap
Allah dan yang mengaburkan iman sejati serta menimbulkan nafsu dan kecendrungan
yang jahat.
Konfesi Augsburg juga menjelaskan bahwa dosa
warisan adalah “penyakit menular sejak lahir” dan sekaligus “dosa yang sejati”.
Konkupisensia merupakan “nafsu yang jahat” bukan dorongan yang baik yang
menjadi jahat hanya kalau melampaui batas-batasnya. Dosa juga diartikan secara
personal yakni sebagai keberadaan tanpa takut dan tanpa iman kepada Allah.
Paradoksi dalam pengertian Lutheran tentang dosa sebagai takdir dan kesalahan
tampak pula dalam Konfesi Augsburg XIX, dimana di satu pihak kehendak iblis
diperlihatkan sebagai penyebab dosa dan pihak lain kehendak manusia.
Tuhan Allah Pencipta bukanlah sebab adanya dosa.
Allah dengan tegas dalam Alkitab menganjurkan agar umat-Nya menjauhkan diri
dari segala yang jahat dan mendekat kepada Diri-Nya. Alkitab juga menjelaskan
bahwa Allah murka kepada dosa dan dosa itu memisahkan manusia dari Allah (Yes.
59:1-8, 16, 19; 63:10; Rat. 2:4-7; Kel. 23:22).
Dalam I Yohanes 1:5 dijelaskan bahwa Allah
adalah terang dan di dalam Dia tidak ada kegelapan. Tuhan Allah juga mengasihi
manusia dan siapa yang ada di dalam kasih ia ada di dalam Allah (I Yoh. 4:16).
Dengan gamblang Injil Yohanes juga menjelaskan bahwa Yesus Kristus adalah
Terang dunia (Yoh. 8:12) dan Dia sudah ada di pangkuan Bapa (Yoh. 1:18). Di
dalam Kristus, Ia menyatakan keadaan Bapa. Oleh karena itu Kristus menjadi
tanggungan bahwa Tuhan Allah bukan sumber dosa.
Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa iblis
adalah sumber dosa dengan mendasarkannya kepada Yohanes 8:44. Dalam ayat ini
Yesus menjelaskan bahwa iblis adalah pembunuh manusia sejak semula dan mereka
yang tidak mengerti firman Kristus adalah “memiliki iblis sebagai bapanya” dan
ingin melakukan keinginan-keinginan bapanya itu.
Dalam Kejadian 3:1-7 dijelaskan bahwa iblis
datang untuk menggoda Adam dan Hawa. Tetapi teks itu menjelaskan bahwa
kejatuhan Adam dan Hawa bukan karena dipaksa oleh iblis. Tetapi karena mereka
memberontak kepada Allah dan lebih mendengar suara iblis. Di dalam batin
manusia terdapat pergumulan antara suara Allah dan suara iblis. Manusia kalah
dan mendengar suara iblis. Manusia tidak dirasuki oleh iblis tetapi mendengar
suara iblis dan mengerjakannya. Dari Kejadian 3 dijelaskan bahwa manusia salah
dan ia jatuh ke dalam dosa karena ia mau dikalahkan oleh penggodaan iblis.
Dari Kejadian 3 manusia diceritakan tidak
dirasuk oleh iblis untuk memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Tetapi
mereka telah mengambil keputusan dengan bebas untuk menjadi sama dengan Allah. Jadi
hakekat dosa bukan hanya tidak percaya
kepada Tuhan Allah, bukan hanya melanggar
perintah Allah atau tidak menaati
Allah melainkan memusuhi Allah, memberontak terhadap Allah. Sebab
“ingin menjadi seperti Allah” berarti: ingin menduduki kedudukan Allah merebut
hak wewenang Allah.
Dosa ini telah merusak hubungan baik antara
Allah dengan manusia, manusia dengan manusia. Oleh karena dosa, manusia
membenci Allah (Yoh. 15:23, 24), hidup tanpa Allah (Luk. 15:11 dst.) dan tidak
layak disebut anak-anak Allah (Luk. 15:21) tetapi manusia lalu juga membenci
sesamanya (Kej. 3:12).
2.2. Kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Apakah cerita kejatuhan manusia ke dalam dosa
dalam Kejadian 3 merupakan cerita yang sungguh terjadi? Beberapa teolog
mengatakan tidak. Beberapa lagi mengatakan “ya”. Tetapi Karl Barth mengatakan
bahwa faktanya bahwa manusia memang jatuh ke dalam dosa. Apakah cerita Kejadian
3 benar-benar terjadi Barth mengatakan “mungkin”.
Penjelasan yang ada menunjukkan bahwa manusia
itu telah jatuh ke dalam dosa dan Alkitab menunjukkan dengan gamblang dalam
Kejadian 3. Alkitab mau menjelaskan bahwa manusia yang jatuh ke dalam dosa
adalah suatu fakta yang nyata. Kejadian 3 menjelaskan tentang ular yang jelas
dan hukuman yang jelas. Bahkan dalam PB juga menjelaskan kejatuhan manusia ke
dalam dosa (II Kor. 11:3; bnd. Why. 12:9; 20:2).
Dari semua ungkapan Alkitab itu maka sejarah
jatuhnya manusia ke dalam dosa adalah riil. Dosa masih dikerjakan oleh manusia
dan hukuman Tuhan masih tetap dilanjutkan oleh karena tindakan manusia itu.
Dengan adanya cerita ini maka keselamatan dapat dinyatakan dengan jelas dari
sejarah keselamatan yang cukup panjang sampai kepada Yesus Kristus.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bagaimana
mungkin ular bisa berbicara? Tetapi dalam Alkitab juga dijelaskan bahwa keledai
Bileam ternyata juga berbicara kepada Bileam sendiri. Peristiwa ini sepertinya
mustahil tetapi Alkitab memaparkannya dengan gamblang.
Yang digambarkan adalah adanya tenaga atau kuasa dibalik peristiwa ular dan keledai Bileam itu. Penyangkalan
terhadap kejatuhan manusia ke dalam dosa juga akan meragukan perbuatan Tuhan
Yesus terhadap orang yang kerasukan di Gerasa.
Tidak semua orang bisa menerima Kejadian 3
sebagai peristiwa historis. Hal ini sering dianggap sebagai irasional. Tetapi
dalam bumi Indonesia hal kerasukan atau adanya kekuatan lain juga nyata dalam
masyarakat Indonesia yang lebih terpengaruh kepada hal-hal mitis.
Pola bahwa hal ini tidak sesuai dengan rasio
manusia maka ia akan menggeser juga bagian lain dari Alkitab yang menjelaskan
kuasa Allah atas alam semesta ini.
Dalam Kejadian 3 dijelaskan tentang buah
pengetahuan yang baik dan jahat. Apakah maksud dari perkataan ini? Maksudnya
jelas yaitu manusia harus menentukan apakah mendengar suara Tuhan
atau suara
lain selain Tuhan. Perbuatan yang mengambil inilah yang dilarang oleh
Tuhan. Tuhan telah memerintahkan Adam dan Hawa agar lebih mendengar suara Allah
dan percaya kepada-Nya saja. Penentuan diri untuk mengambil jalan sendiri
adalah salah di mata Tuhan.
Dengan ini maka dosa pertama yang dilakukan oleh
Adam dan Hawa adalah dosa tidak percaya.
Tuhan telah melarang manusia untuk menentukan jalannya dan pikirannya sendiri
apalagi memikirkan perkataan iblis dalam wujud ular. Iblis menggoda manusia
dengan memutar perintah Tuhan sehingga manusia menjadi ragu di dalam hatinya
dan lahirlah ketidakpercayaan. Cara iblis adalah membesar-bersarkan perintah
Tuhan sehingga perintah-Nya hilang artinya, sehingga Tuhan si Pemberi Perintah tidak
lagi berarti dan dipercayai. Dengan demikian dosa manusia yang pertama adalah
ketidakpercayaan.
2.3. Penyebaran dosa.
Pelagius berpendapat bahwa Adam terkena hukuman
untuk dirinya sendiri dan tidak menyebar kepada orang lain. Adam menjadi
gambaran bagi keturunannya untuk melawan Tuhan dan berbuat dosa. Keturunan Adam
berbuat dosa karena mereka meniru Adam. Artinya: keturunan Adam dilahirkan
dalam keadaan sehat tanpa dosa.
Alkitab menjelaskan dalam Kejadian 3 bahwa Adam
dan Hawa telah berdosa kepada Tuhan. Keturunan Adam akan mengalami kesulitan
akibat dosa Adam dan Hawa. Dengan nyanyian Mazmur khususnya Mazmur 51
dijelaskan bahwa dalam dosa ibunya pemazmur telah berdosa, juga dalam Roma
5:12-21 dijelaskan bahwa oleh karena Adam maka dosa telah masuk ke dalam dunia
dan menyebar keseluruh kehidupan manusia.
Adam diciptakan oleh Tuhan sebagai kepala manusia. Sebagai pemimpin manusia ia menerima perjanjian
dari Tuhan. Tetapi sebagai pemimpin manusia ia juga telah melanggar perjanjian
itu.
Perjanjian diikat oleh dua kepala pemerintahan
atau Pemimpin rakyat. Perjanjian kedua Pemimpin rakyat itu mewakili seluruh
rakyatnya. Bila sang pemimpin melanggar aturan perjanjian itu maka seluruh
rakyat dianggap telah melanggar perjanjian itu.
Tuhan dan Adam telah mengikat perjanjian yaitu
perjanjian untuk tidak memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Tetapi
Adam melanggarnya, maka seluruh umat manusia telah jatuh ke dalam dosa. Oleh
karena itu Paulus mengatakan bahwa karena seseorang maka dosa telah masuk ke
dalam dunia (Rm. 5:12). Dengan ini semua manusia telah berdosa dihadapan Tuhan.
Bersamaan dengan masuknya dosa ke dalam dunia,
melalui Adam, maka kematian itu pun masuk ke dalam dunia. Sebab dosa dan maut
tidak dapat dipisahkan. Dengan ini semua manusia telah mengalami maut atau
kematian.
Dengan jatuhnya Adam ke dalam dosa maka seluruh
umat manusia telah dibawah kuasa dosa. Dosa digambarkan oleh Paulus sebagai
seseorang yang berkuasa dan menaklukkan manusia ke dalam kuasanya. Semua orang
dibawah kuasa dosa oleh karena perbuatan satu orang yaitu Adam.
Paulus menyebut dalam Roma 5 bahwa telah terjadi
penyebaran dosa sehingga manusia dipandang telah dikuasai oleh dosa dan maut
(Rm. 5:12-21). Taurat yang diberikan oleh Tuhan kepada Musa untuk mewujudkan
ketaatan kepada Tuhan justru menarik manusia kepada dosa oleh karena manusia masih ditaklukkan
oleh dosa.
Dosa Adam dijadikan dosa manusia yang menjadi
keturunannya. Hal ini terbukti bahwa hukuman kepada Adam juga dijatuhkan kepada
keturunannya (Kej. 3: benih; Rm. 5: maut).
Tuhan menjadikan manusia sebagai kesatuan
organis yang hidup dan bertumbuh satu dari yang lain. Tujuan semua ini adalah
agar kasih Tuhan dapat hidup di dalam keturunan Adam dalam waktu-waktu
selanjutnya. Tetapi karena kerusakan manusia karena dosa maka kasih Tuhan yang
turun temurun itu tidak dapat tinggal di dalam hidup manusia.
Boice menegaskan bahwa semua orang adalah
pendosa sehingga mereka melakukan dosa. Dosa asal Adam dan kesalahan karena
dosa dengan cara tertentu yang tidak dapat dielakkan diwariskan kepada seluruh
umat manusia. Pandangan Alkitab menjelaskan bahwa Allah memandang seluruh
manusia bersalah karena pelanggaran Adam.
Dari penjelasan ini maka pertanyaan sederhana:
Dari mana dosa berasal jika dosa bukan datang kepada kita seperti yang Alkitab
nyatakan? Dari Alkitab ini penjelasan yang tepat adalah kesengsaraan adalah akibat langsung
dari dosa atau kegagalan-kegagalan manusia itu sendiri. Contoh adalah perokok.
Penyakit kanker paru-paru adalah akibat seorang menjadi pelaku perokok. Tetapi
dampak dari merokok tidak hanya perokok yang merasakannya melainkan juga orang
lain yaitu bayi-bayi sejak dari kandungan juga menjadi tidak sehat, orang-orang
di sekitar juga menjadi perokok pasif sehingga juga menikmati dampak dari rokok
tersebut.
Adam dijadikan sebagai contoh. Contoh itu adalah
sebagai benih yang mengeluarkan pohon yang besar. Keadaan benih menetukan
pohonnya. Bila benihnya baik maka pohon dan buahnya juga baik.
Adam berbuat dosa maka pengaruh dosa ini sampai
kepada jiwa dan tubuh. Keturunan Adam dan Hawa juga dilahirkan dalam keadaan
kerusakan jiwa dan tubuh. Tidak hanya sakit keadaan manusia sekarang dan tidak
sama sekali sehat, melainkan dengan tegas Paulus mengatakan dalam keadaan
mengalami “maut”. Ia tidak dapat berbuat baik dan terus cenderung berbuat jahat
(Ef. 2:1).
Dengan demikian tidak ada kehidupan di dalam
diri manusia. Manusia itu “mati” di dalam dosanya. Manusia sudah rusak berarti
ia telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Kerusakan warisan menjalar
dengan kelahiran manusia.
Memang ada pandangan bahwa manusia di zaman teknologi
ini memang mempunyai kesalahan-kesalahan. Tetapi kesalahan-kesalahan itu
hanyalah kesalahan kecil, kelemahan kecil atau dosa-dosa kecil dari umat
manusia. Hal ini dapat diperbaiki dengan berbagai penemuan ilmu pengetahuan dan
perkembangan ilmu psikologi yang semakin meningkat.
Dalam perspektif Alkitab dosa adalah pintu
datangnya kematian dan kesengsaraan manusia. Kematian adalah musuh ultimat
manusia dan manusia akan ditelan oleh kematian itu. Manusia melihat tragedi
manusia yang terus berlangsung di planet ini (kelaparan, peperangan,
penderitaan, kemiskinan, kebencian, keegoisan dan ketidakpedulian yang terus
meningkat di antara manusia). Dari hal ini Alkitab memberi penilaian yang
realistis.
Pandangan-pandangan dunia selalu menjelaskan
bahwa manusia pada hakekatnya baik. Bahkan agama mengatakan bahwa manusia itu
dilahirkan suci adanya. Tetapi secara jelas Alkitab menerangkan bahwa manusia
telah berdosa dan dikuasai oleh dosa oleh karena Adam. Oleh karena dosa Adam
maka manusia juga berdosa dan juga mengalami kematian.
Melalui dosa warisan ini maka manusia itu pun
juga melakukan dengan perbuatannya dosa-dosanya sendiri. Perbuatan manusia yang
berdosa ini juga dipengaruhi oleh dosa warisan itu sendiri. Terutama kerusakan
warisan ini telah mendatangkan kelemahan bagi manusia sehingga manusia tidak
dapat berbuat baik dan selalu cenderung untuk melakukan yang jahat. Tetapi
manusia tetaplah manusia yaitu makhluk yang berakal budi dan dapat memilih maka
manusia dapat berbuat dan bertindak sendiri atau berbuat dosa sendiri. Inilah
yang disebut dengan Dosa Perbuatan.
Tetapi agak berbeda dengan pandangan Niftrik dan
Boland soal dosa warisan. Bagi Niftrik dan Boland dosa warisan adalah suatu
pengakuan bahwa manusia secara keseluruhan telah berdosa kepada Allah. Manusia
secara keseluruhan telah berdosa dan memberontak atau membelakangi Tuhan.
Cerita Kejadian 3 tetap aktuil sebagai khotbah bahwa manusia itu telah
berdosa kepada Allah. Cerita Kejadian 3 bukanlah laporan historis tentang
kejatuhan manusia ke dalam dosa. Cerita itu juga bukanlah dongeng atau cerita
kuno tentang ular yang dapat berbicara. Tetapi cerita itu adalah khotbah yang
diperhadapkan kepada manusia yang berdosa. Cerita itu adalah cermin agar
manusia menemukan dirinya sendiri selaku pendosa dihadapan Tuhan.
Bagi Niftrik dan Boland ada kesamaan antara
manusia satu dengan yang lain yaitu kesamaan telah berdosa secara pribadi lepas
pribadi. Umat manusia satu di dalam dosanya di hadapan Allah. Inilah yang
disebut Niftrik dan Boland sebagai dosa turunan.
Bagi Niftrik dan Boland maka dosa warisan adalah
suatu bentuk pengakuan di hadapan Tuhan bahwa seluruh manusia telah berdosa
dihadapan Allah. Jika Niftrik dan Boland memakai kata “Adam” maka yang mereka
maksud adalah bahwa manusia itu adalah “orang-orang berdosa” dari satu Bapa
yaitu Adam sebagai Bapa semua orang berdosa.
Jadi bila Paulus memakai kata “Adam” dalam Roma
5-6 hanya menandaskan bahwa “engkaulah manusia itu; engkaulah Adam itu; kepada
kamu sekalian diberi nama itu.
2.4. Akibat dosa.
Akibat
dosa bagi manusia adalah
1) Manusia diperbudak oleh dosanya
sendiri. Dosa diibaratkan sebagai seseorang yang berkuasa. Ia adalah tuan yang
telah membeli para manusia dan dijadikan budak-budaknya yang diharuskan hidup
di dalam perbudakan itu (Yoh. 8:34; Rm. 7:14, 15; bnd. Rm. 3:9; Gal. 3:22).
Orang
yang berdosa maka ia dikuasai oleh dosanya. Ia menjadi budak dosa dan takluk
kepada tuntutan dosa. Diperbudak oleh dosa juga tampak dari batinnya yaitu di
dalam pikiran, hati dan jiwanya. Jadi kerusakan dan perbudakan dosa ada juga di
dalam batin manusia itu sendiri yang menjadi nyata di dalam perbuatan-perbuatan
manusia (Rm. 1; Ef. 4:17-19).
Diperbudak
oleh dosa juga tampak dari luar ke dalam dirinya. Hal ini dapat dilihat dari
Roma 7:14 dst. Apa yang Paulus perbuat ia tidak tahu. Bukan apa yang ia
kehendaki justru itu yang ia perbuat. Apa yang ia benci itu yang ia lakukan.
Bagian
tubuh manusia itu telah dikuasai oleh dosa sehingga batin manusia tidak berdaya
untuk menghalangi kekuatan dosa tadi.
2) Mengalami kematian
Di
dalam dosa yang telah menguasai hidup manusia maka manusia mengalami kematian
jasmani. Tetapi ketika manusia memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat
manusia tidak langsung mati. Artinya, manusia diberi kesempatan untuk bertobat
dan kembali kepada Allah.
Manusia
yang dikuasai dosa itu juga mengalami kematian rohani. Kematian rohani yang
dimaksud disini adalah terputusnya hubungan manusia dengan Allah. Tuhan adalah
Maha suci dan manusia berdosa sehingga Tuhan mengusir manusia keluar dari taman
Eden. Setiap manusia mengalami pengalaman ini sehingga setiap generasi manusia
selalu mencari “Yang Transenden” tetapi juga merasa takut dengannya oleh karena
dosa itu tadi.
Bila
manusia terus dikuasai oleh dosa maka manusia itu akan mengalami kematian
kekal. Manusia diberi kesempatan untuk bertobat dan bila kesempatan ini
berakhir dan ia tidak bertobat maka manusia akan dijatuhi hukuman kekal.
3) Manusia menjadi rusak.
Dengan
datangnya dosa ke dalam hidup manusia maka manusia akan mengalami kesusahan
dalam hidupnya. Seluruh sisi dan sektor hidup manusia akan mengalami kerusakan
akibat dosa (kesusahan dalam melahirkan, kekerasan, penindasan, kriminalitas,
korupsi, pembunuhan, dsb.).
4) Dikuasai oleh iblis.
Akibat
dosa yang lain, yang bukan dijatuhkan oleh Tuhan, adalah manusia dikuasai oleh
iblis. Iblis memerintah hidup manusia dan setan memperalat manusia sampai ia
mati dan binasa di dalam dosanya. Manusia mulai dikuasai oleh iblis. Iblis
menguasai alur pikiran dan hatinya. Ia juga merasuki dan menyiksa manusia.
Setan merajai hidup manusia. Hanya ada satu Pribadi yang dapat mematahkan kuk
iblis dalam diri manusia yaitu Tuhan Yesus Kristus. Inilah Injil bagi manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar