Selasa, 21 Oktober 2014

Tafsiran Roma 6;1-

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pasal 6
Rasul Paulus mengatakan kepada orang Kristen di Roma bahwa ini adalah pengalaman setiap orang percaya. Melalui kesatuan dengan Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya dan melalui karya Roh Kudus, kita dimerdekakan dari kuasa dosa dan maut. Pemutusan yang tegas terhadap dosa dan pertolongan Roh Kudus inilah yang memampukan kita untuk hidup dalam jalan yang ditetapkan Allah bagi kita. Sehingga kita yang seharusnya dimurkai oleh Allah telah diperdamaikan oleh kematian Tuhan Yesus Kristus tidak hanya itu hidup kita juga diselamatkan.
Rasul Paulus menjelaskan bagaimana dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang dan oleh dosa itu juga, maut menjalar kepada semua orang. Tetapi karena anugrah Allah semua orang berdosa memperoleh pembenaran oleh Allah. ada yang menyalah artikan anugrah yang telah diberikan Allah ini. Anugrah tidak pernah murah, ini adalah hadiah yang paling berharga yang Tuhan bisa berikan kepada umat manusia. Tetapi ada beberapa orang yang menyalah artikan anugrah yang Allah beri itu (5:20) sehingga muncul pernyataan Paulus pada Pasal 6.



Waktu Dan Tempat Penulisan
Tampaknya Paulus sedang mempersiapkan kunjungannya dengan menjelaskan Injil bagi mereka. Mungkin ada orang yang mengritik ajarannya dan ia ingin meluruskan hal itu. Pada waktu yang bersamaan penulisan surat ke Roma merupakan kesempatan untuk menulis intisari kabar baik tentang Kristus secara lebih terinci dibandingkan dengan yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru yang lain. Surat Roma merupakan salah satu tulisan Paulus yang paling Theologis, oleh karenanya surat ini telah menjadi buku sumber bagi orang Kristen sejak ia mendiktekannya kepada kawannya, Tertius, di Korintus sekitar tahun 57.[1]











BAB II
PEMBAHASAN
1.    Tidak Berdiam Dalam Dosa (1-5)
1.1  Bolehkah bertekun dalam dosa…?
Pertanyaan yang timbul pada Ayat 1, adalah pertanyaan yang sengaja di kemukakan oleh Paulus untuk mengantisipasi kesalah pahaman yang mungkin saja timbul dari 5:20,21. “dosa bertambah banyak, kasih karunia juga semakin bertambah banyak”. Bahaya yang akan timbul jika orang akan berpikir bahwa semakin banyak ia berdosa maka semakin banyak pula kasih karunia yang di berikan kepadanya, sehingga ia akan tetap hidup didalam dosa karena ia tahu kasih karunia yang selalu cukup baginya, dan cenderung menganggap rendah kasih karunia yang di berikan oleh Yesus Kristus dengan pengorbanan di kayu salib.
Dalam ayat pertama ini Paulus mengutip kesimpulan yang dapat saja ditarik oleh lawan-lawannya di luar dan di dalam jemaat-jemaat Kristen. Yaitu kalau hukum Taurat bagaimanapun tidak membawa kita ke keselamatan, kalau dosa makin bertambah banyak kasih karunia makin berlimpah-limpah, maka sebaiknya kita berdosa lebih banyak supaya kasih karunia diberi kesempatan untuk berkembang. Menurut Van Den End:” kesimpulan ini memang wajar, sebab orang Yahudi tidak dapat membayangkan pembenaran terlepas dari Hukum taurat. Mereka yakin, dengan mencanangkan pembenaran oleh iman di luar hukum Taurat (3:21) Paulus membatalkan hukum Taurat. Tetapi, segala perbuatan yang tidak berdasarkan hukum Taurat adalah dosa”.[2] Dari pandangan ini dapat kita lihat bahwa lawan-lawan Paulus berusaha untuk mengubah bunyi kata-kata Paulus. Paulus berkata: dimana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah lawan-lawanya membelokan ajaran itu menjadi  biarlah dosa bertambah banyak, supaya kasih karunia berlimpah-limpah. “Tentu kalimat ini tidak menyatakan keyakinan dari lawan-lawan Paulus, sebab mereka penganut hukum taurat. Tetapi mereka hendak menegaskan bahwa ajaran Paulus tidak bisa tidak membawa akibat seperi itu; orang akan hidup seenaknya sambil berkata: dengan demikian kasih karunia akan semakin besar pula”.[3] Dari pernyataan tersebut Douglas J. Moo menyatakan: “in response, essentially, Paul argues that the law could never curb sinning and the reign of grace, far from encouraging sin, is the only means by which sin can truly be defeated”.[4]
1.2  Kita Mati Bagi Dosa
Bagian ini merupakan jawaban atas tuduhan  pada ayat 1 dimana pada ayat sebelumnya lawan-lawan Paulus menyatakan bahwa dosa bertambah banyak, supaya kasih karunia berlimpah-limpah sehingga muncul  jawaban dari Paulus yang dengan sangat jelas dan tegas menyatakan: Sekali-kali tidak. Lalu dilanjutkan dengan perkataan Paulus yang menyatakan kita “telah mati” (Aoris,  mengacu pada saat tertentu pada masa lalu)  yang dalam bahasa yunaninya οίτινες άπεθανομεν yang artinya kita sebagai orang yang telah mati (sebab kita telah mati ) “bagi dosa” “(mengacu pada terjemahan harafiah τάμαρτί, yang mengungkapkan hubungan antara pemilik dan miliknya, ‘sehingga kita bukan milik dosa lagi’).”[5] Bagaimanakah kita hidup di dalamnya?. Menurut Charles F. Pfeiffer[6] dan Donal Guthrie[7]: orang percaya telah mati bagi Kristus, dan bahwa orang percaya adalah satu dengan Kristus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata-kata telah mati mengacu pada peristiwa pada masa lampau, dimana disini tidak lagi mengenai perjuangan melawan dosa dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi panggilan orang-orang Kristen. Melainkan suatu peristiwa yang bersifat menentukan , sedemikian rupa sehingga dibandingkan dengan kematian. Kata-kata mati dalam ayat ini juga mengacu pada peristiwa yang kita alami lebih dari perbuatan kita. Sebab mati bukanlah sesuatu yang aktif yang kita lakukan, tetapi yang pasif kita alami. Paulus memakai metafora mati untuk menggambarkan pemisahan total dari kuasa dosa  (kita telah mati) kelepasan dari dosa, lebih tepatnya menghilangnya kekuatan tubuh  tetapi juga yang harus kita ketahui bahwa berdasarkan konteks perikop ini maka yang di bahas bukan mati bagi dosa dalam pengertian tentang pertobatan atau semacamnya, melainkan keikutsertaan jemaat dalam kematian dan penguburan Kristus dalam pengertian suatu waktu sejarah penebusan.
1.3  Dibaptis dalam kematian Kristus
Setelah mengatakan bahwa orang percaya telah mati bersama Kristus, Paulus sekarang mengacu kepada baptisan disini Paulus mengemukakan suatu kebenaran kemudian mengilustrasikan kebenaran tersebut. Menurut William Barclay: “apabila kita ingin mengerti ucapan Paulus kita terlebih dahulu harus ingat bahwa baptisan pada zaman dahulu berbeda dengan sekarang dimana pada saat itu baptisan hanya diperkenankan pada orang dewasa, baptisan pada gereja mula-mula sangat erat hubungannya dengan pengakuan iman dan biasannya baptisan dilakukan dengan penyelaman total dan cara ini merupakan lambang yang lebih luas artinya dibanding baptisan percikan”.[8] Dari pernyataan ini dapat kita lihat bahwa Paulus memakai bahasa dan gambaran yang hampir pada zamannya semua orang mengerti. Ketetapan baptisan difokuskan pada kematian Kristus, makna dan hasilnya. Tetapi disini Paulus menunjuk kepada berbagai implikasi baptisan dalam kaitan dengan cara hidup orang Romawi. “Sehingga ayat ini menunjukkan kepada kita makna baptisan. Dilihat dari sudut Allah, baptisan itu menandakan dan memateraikan bahwa orang yang dibaptis telah mati bagi dosa, sama seperti Kristus, yaitu pengampunan dosa dan pembebasan dari kuasa dosa. Dilihat dari sudut manusia baptisan ini menandakan penerimaan rahmat Tuhan dengan penuh beriman. Paulus tidak memandang baptisan sebagai hasil dengan serba otomatis namun pembaptisan lebih daripada sekedar tanda semata”.[9] Baptisan merupakan disatukan dengan kematian-Nya.[10] Jadi istilah “telah mati” disini sengaja di berikan oleh Paulus untuk menunjukan kepada jemaat di roma bahwa ketika mereka hidup di dalam Kristus maka kematian kristus membuat dosa tidak lagi berkuasa atas mereka tetapi mereka juga tidak dapat lagi kembali hidup di dalam dosa, sebagaimana Kristus telah mati satu kali untuk dosa.
2.    Satu dengan Kristus (6-10)
2.1  Manusia lama yang turut disalibkan bersama Kristus
Di dalam ayat 6-10, seperti halnya dalam ayat 2, Paulus menunjuk kepada peristiwa bersejarah yakni kematian Kristus. Kata “telah” menyatakan bahwa penyaliban manusia lama “ παλαιος” yaitu keadaan kita tanpa kristus. Dimana manusia lama kita adalah manusia yang sebelumnnya belum mengalami lahir baru. “Kata-kata manusia lama tidak boleh ditafsirkan seakan-akan manusia lama itu hanya sebagian saja dari diri kita. Seandainya begitu, orang percaya merupakan manusia tiga serangkai, yaitu manusia lama, manusia baru dan diri orang itu sendiri.”[11] Melainkan manusia lama adalah keseluruhan hidup kita yang masih hidup di dalam dosa dan belum mengalami lahir baru. Manusia yang belum lahir baru ini disalibkan bersama dengan Kristus supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya. Tubuh ditekankan di sini karena peranan yang dimainkan tubuh dalam tindakan manusia melaksanakan tindakan berdosanya. Agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Di sini dosa dipersonifikasikan sebagai penguasa kejam dosa memperbudak manusia. Akan tetapi, dalam iman kita menerima bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan. Keyakinan ini berdasarkan berita injil  bahwa dalam pandangan Allah manusia lama kita dihukum dan mati di kayu salib bersama Kristus. Hal ini merupakan perkara iman yang memandang kenyataan kita sebagaimana dipandang oleh Allah. Allah melalui Roh-Nya menguatkan iman itu, sehingga berlangsung perjuangan untuk dalam kehidupan sehari-hari menyalibkan manusia lama dan menempuh hidup yang baru.
2.2 Hidup Bersama Kristus
           
Jadi jika kita telah mati dengan Kristus. Kematian kita dengan Kristus merupakan landasan dari keyakinan kita bahwa kita akan dibangkitkan bersama Dia. Kematian Kristus adalah berkaitan dengan dosa dan kemenangan-Nya atas maut bersifat permanen. Hal ini terjadi sekali untuk selama-lamanya. Dia telah menangani masalah dosa untuk selama-lamanya dan telah mengalahkan maut. Dengan kalahnya dosa dan maut, Dia dapat hidup bagi Allah dengan pengalaman-pengalaman tersebut di belakang-Nya. Karena kita telah mati dengan Kristus dan kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Hal ini juga didukung oleh Douglas J.Moo yang menyatakan, Paul now reiterates the tie between dying with christ and being raised with christ that he established in "but if we have died with christ, we believe that we shall also live with him. he does this in order to draw out the significance of that connection as seen in the light of the nature of Christ own death and resurrection. the future form we shall live sparks the same debate as does the future 'we will be (united with his resurrection).[12] Hal ini merupakan kepastian bagi orang percaya, sebab hal itu telah dimateraikan bagi mereka oleh baptisan. Ia tidak hanya mati bagi kita supaya kita bebas dari tuntutan hukum dosa. Ia juga bangkit bagi kita agar kita bisa hidup di dalam Dia.  Dan pendapat ini juga di dukung oleh Tremper Logman dan David E. Garland yang menyatakan,  “our future resurrection will constitute a final victory over sin and its fruit, death. but this future resurrection is anticipated in our present resurrection. and therefore there is also the possibility of a victory over sin already in the present”.[13]
3.    Dosa yang dikalahkan (11-14)
3.1  Keyakinan iman
Dalam ayat 11 merumuskan tentang keyakinan iman. Yaitu bahwa mereka telah mati bagi dosa bersama Kristus. Dan bahwa mereka hidup bagi Allah, juga bersama Kristus. Dalam kedua kalimat ini tercakup kepercayaan kepada karya Allah Bapa di dalam Kristus, pengampunan dosa yang diperoleh-Nya, pengudusan hidup yang dikerjakan oleh Roh Kudus, kebangkitan daging dan kehidupan yang kekal. “Demikianlah orang percaya mengalami hal-hal yang sama. Jalan itu adalah jalan penyucian, buah dari pembenaran yang direncanakan Allah. Allah tidak hanya membenarkan tapi juga memelihara hubungan yang baik dengan-Nya. Kebenaran pertama-tama diperhitungkan untuk kita tetapi kemudian menjadi milik kita”. [14]
Pendapat tersebut di atas juga didukung oleh pernyataan John Stott  “If Christ’s death was a death to sin (which it was), and if his resurrection was a resurrection to god (which it was) and if by faith baptism we have been, then we ourselves have died to sin and risen to god. We must therefore reckon, consider, regard, look upon or count ourselves dead to sin but alive to God in, or by reason of our union with, Christ Jesus.”[15]
Dari kedua pandangan tersebut di atas maka kita melihat keyakianan akan iman terhadap Yesus dimana kita telah mati bagi dosa namun hidup dalam Allah dengan persatuan kita di dalam Yesus Kristus.
“Ayat ini ditutup oleh kata-kata dalam Kristus Yesus, Yunani en Khristoi Iesou. Kedua huruf ‘e-n’ mengandung pengertian yang luas, sebab mengungkapkan sisi balik dari “bersama dengan”. Kita mati dan hidup bersama Kristus, karena kita berada di dalam Kristus. Kenyataan ini pun berakar dalam baptisan. Kita ddibaptis ke dalam (yunani eis) Kristus, seperti yang dikatakan dalam ayat 3, maka oleh baptisan itu kita berada dalam (en) Dia, bersatu dengan Dia”.[16] Bagi Rasul Paulus, Kristus yang pertama dan terutama adalah Dia yang telah disalibkan, mati dan bangkit. “Maka di dalam Kristus berarti tercakup dalam kematian-Nya, tercakup dalam kebangkitan-Nya. Dan akhirnya tercakup dalam kemuliaan-Nya. Tercakup dalam kematian-Nya berarti bahwa Allah memandang kematian Dia sebagai kematian kita”.[17] Dari hal ini dapat kita lihat bahwa kita juga mendapat bagian dari kematian Kristus, yaitu pembenaran dan pelepasan dari kuasa dosa.
3.2 Pelaksanaan iman
            Bagian-bagian yang kita bahas dalam ayat sebelumnya ialah mengenai hal-hal rohani. Yaitu membicarakan bagaimana hubungan spiritual antara orang Kristen dan Kristus melalui baptisan. Bagian sebelumnya juga berbicara tentang jalan yang memungkinkan orang Kristen hidup dekat dengan Kristus sehingga seluruh kehidupannya dapat dikatakan di dalam Dia. Dan sekarang kita akan bicara tentang pelaksanaan peraktisnya. Dalam ayat 12-13 Paulus menarik kesimpulan praktis dari apa yang telah ditegaskannya dalam ayat-ayat terdahulu, maka dalam kedua ayat ini Paulus memakai bentuk imperative (Perintah/keharusan) yang seharusnya dilaksanakan/ dilakukan dalam menjalani kehidupan di dunia. “Tubuh yang fana mengingatkan kita kepada ‘tubuh dosa’. Dosa yang dimaksud disini bukan tubuh kita dalam arti fisik saja, seakan jiwa dan roh kita terlepas dari dosa, sedangkan tubuh tidak. Tapi baik ‘tubuh dosa’ dan juga ‘tubuh fana’ yang mencakup seluruh diri kita”.[18] Namun tubuh yang fana tidak sama dengan tubuh dosa. Dalam hal ini Paulus berbicara kepada orang percaya, yang berada di bawah kuasa Kristus, bukan di bawah kuasa dosa. Kenyataan ini ditegaskan oleh tambahan supaya kamu jangan lagi menuruti keiinginannya. Orang percaya tidak boleh mengunakan anggota-anggota  tubuhnya sebagai senjata kelaliman. Seandainya demikian maka ia terus-menerus berbuat dosa (Yunani παρ-ιστανετε: yang berarti terus menerus). “Penggunaan yang secara lain, yaitu sebagai senjata-senjata kebenaran, kebenaran di sini adalah perbuatan manusia yang sesuai dengan kehendak Tuhan dan itu adalah ‘perbuatan memilih’ (yuanani parastesate: yang berarti sudah selesai) dan menunjukan orang percaya untuk hidup suci, meskipun tidak bisa senantiasa tanpa dosa”.[19] Jangan lanjutkan memberikan anggota-anggota  tubuh kedalam dosa  sebagai senjata kelaliman.  Dan hal ini juga didukung oleh D.A. Carson, “[20]for we are no longer under law- that is, under the regime of the Mosaic law in which sin "increased"and brought wrath, (but under grace), the new regime inaugurated by christ in which "grace reigns through righteousness to bring eternal life"  for a similar contrast between law dan grace”.




BAB III
Kesimpulan
Bahwa Roma pasal 6 merupakan jawaban Paulus atas penyalah artian akan anugrah Allah terhadap manusia berdosa dimana dalam pasal ini Paulus menyatakan bahwa janganlah kita menyalah artikan anugrah Allah tersebut. Tetapi bagaimana kita menyadari bahwa kita telah mati bersama-sama dengan Kristus, dan oleh karena itu kita bisa hidup berkemenangan atas semua dosa-dosa itu dan itu disimbolkan dengan pembaptisan. Sehingga kita bisa menang terhadap dosa dan tidak mengikuti keinginan daging kita lagi tetapi hendaklah di dalam seluruh kehidupan kita kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah.
           









DAFTAR PUSTAKA
Stedman Ray, 2009
Petualangan Menjelajahi Perjanjian Baru, Jakarta: Duta Harapan Dunia.

End Den Van, 1995
 Tafsiran Alkitab Surat Roma, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Moo Douglas, 1981
The Epistle To The Romans, Michigan/Cambridge: Wm. B. Eerdmans Publishing.

Pfeiffer Charles, 1962
The Wycliffe Bible Commentary, Jawa Timur: Gandum Mas.

Guthrie Donald, 2004
Tafsiran Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.

Barclay William, 1983
Surat Roma, Jakarta: Bpk Gunung Mulia.

Logman Tremper dan Garland David, 2008
The Expositors Bible Commentary, Michigan/Cambridge: Zondervan.

Stott Jhon, 1994
The Message of Romans, England, Inter-Varsity.

Carson D.A, 1953
            New Bible Commentary, Nonttingham/England: Inter Varsity Press











[1] Ray Stedman, Petualangan Menjelajahi Perjanjian Baru, ( Jakarta: Duta Harapan Dunia, 2009), hal 109
[2] Dr. Van Den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma,(Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1995), hal 299
[3] Dr. Van Den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma, hal 299
[4] Douglas J.Moo, The Epistle To The Romans,( Michigan/Cambridge: Wm. B. Eerdmans Publishing, 1996), hal 356
[5] Dr. Van Den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma, hal 299
[6] Charles F. Pfeiffer, The Wycliffe Bible Commentary,( Jawa Timur: Gandum Mas, 1962), hal 545
[7] Donal Guthrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini,( Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004), hal 432
[8] William Barclay, Surat Roma,( Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1983), hal 128-129
[9] Dr. Van Den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma, hal 299
[10] Donal Guthrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini, hal 432
[11] William Barclay, Surat Roma, hal 128-129
[12] Douglas J.Moo, The Epistle To The Romans, hal 377

[13] Tremper Logman dan David Garland, The Expositors Bible Commentary,( Michigan/Cambridge : Zondervan: Michigan/Cambridge, 2008), hal 106
[14] Donal Guthrie, Tafsiran Alkitab Masa Kin, hal 432
[15] Jhon Stott, The Message of Romans,( England: Inter-Varsity, 1994), hal  178
[16] Dr. Van Den End, Tafsiran Alkitab Surat Roma, hal 302
[17] ibid
[18] William Barclay, Surat Roma,hal 134
[19] Donal Guthrie, tafsiran Alkitab masa kini 433
[20] D.A. Carson, New Bible Commentary, (Nonttingham/England: Inter Varsity Press, 1953), hal 1136              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar