BAB 1
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Pasal 6
Rasul Paulus mengatakan kepada orang Kristen di Roma bahwa
ini adalah pengalaman setiap orang percaya. Melalui
kesatuan dengan Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya dan melalui karya
Roh Kudus, kita dimerdekakan dari kuasa dosa dan maut. Pemutusan yang tegas
terhadap dosa dan pertolongan Roh Kudus inilah yang memampukan kita untuk hidup
dalam jalan yang ditetapkan Allah bagi kita. Sehingga kita yang seharusnya
dimurkai oleh Allah telah diperdamaikan oleh kematian Tuhan Yesus Kristus tidak
hanya itu hidup kita juga diselamatkan.
Rasul Paulus menjelaskan
bagaimana dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang dan oleh dosa itu
juga, maut menjalar kepada semua orang. Tetapi karena anugrah Allah semua orang
berdosa memperoleh pembenaran oleh Allah. ada yang menyalah artikan anugrah
yang telah diberikan Allah ini. Anugrah tidak
pernah murah, ini
adalah hadiah yang paling berharga yang Tuhan bisa berikan kepada umat manusia.
Tetapi ada beberapa orang yang menyalah artikan anugrah yang Allah beri itu
(5:20) sehingga muncul pernyataan Paulus pada Pasal 6.
Waktu
Dan Tempat Penulisan
Tampaknya Paulus sedang mempersiapkan kunjungannya dengan menjelaskan Injil bagi mereka. Mungkin ada orang yang mengritik ajarannya dan ia ingin meluruskan hal itu. Pada waktu yang bersamaan penulisan surat ke Roma merupakan kesempatan untuk menulis intisari kabar baik tentang Kristus secara lebih terinci dibandingkan dengan yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru yang lain. Surat Roma merupakan salah satu tulisan Paulus yang paling Theologis, oleh karenanya surat ini telah menjadi buku sumber bagi orang Kristen sejak ia mendiktekannya kepada kawannya, Tertius, di Korintus sekitar tahun 57.[1]
Tampaknya Paulus sedang mempersiapkan kunjungannya dengan menjelaskan Injil bagi mereka. Mungkin ada orang yang mengritik ajarannya dan ia ingin meluruskan hal itu. Pada waktu yang bersamaan penulisan surat ke Roma merupakan kesempatan untuk menulis intisari kabar baik tentang Kristus secara lebih terinci dibandingkan dengan yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru yang lain. Surat Roma merupakan salah satu tulisan Paulus yang paling Theologis, oleh karenanya surat ini telah menjadi buku sumber bagi orang Kristen sejak ia mendiktekannya kepada kawannya, Tertius, di Korintus sekitar tahun 57.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Tidak
Berdiam Dalam Dosa (1-5)
1.1 Bolehkah
bertekun dalam dosa…?
Pertanyaan
yang timbul pada Ayat 1, adalah pertanyaan yang sengaja di kemukakan oleh
Paulus untuk mengantisipasi kesalah pahaman yang mungkin saja timbul dari
5:20,21. “dosa bertambah banyak, kasih karunia juga semakin bertambah banyak”.
Bahaya yang akan timbul jika orang akan berpikir bahwa semakin banyak ia
berdosa maka semakin banyak pula kasih karunia yang di berikan kepadanya,
sehingga ia akan tetap hidup didalam dosa karena ia tahu kasih karunia yang
selalu cukup baginya, dan cenderung menganggap rendah kasih karunia yang di
berikan oleh Yesus Kristus dengan pengorbanan di kayu salib.
Dalam ayat
pertama ini Paulus mengutip kesimpulan yang dapat saja ditarik oleh
lawan-lawannya di luar dan di dalam jemaat-jemaat Kristen. Yaitu kalau hukum
Taurat bagaimanapun tidak membawa kita ke keselamatan, kalau dosa makin
bertambah banyak kasih karunia makin berlimpah-limpah, maka sebaiknya kita
berdosa lebih banyak supaya kasih karunia diberi kesempatan untuk berkembang.
Menurut Van Den End:” kesimpulan ini memang wajar, sebab orang Yahudi tidak
dapat membayangkan pembenaran terlepas dari Hukum taurat. Mereka yakin, dengan
mencanangkan pembenaran oleh iman di luar hukum Taurat (3:21) Paulus
membatalkan hukum Taurat. Tetapi, segala perbuatan yang tidak berdasarkan hukum
Taurat adalah dosa”.[2]
Dari pandangan ini dapat kita lihat bahwa lawan-lawan Paulus berusaha untuk
mengubah bunyi kata-kata Paulus. Paulus berkata: dimana dosa bertambah banyak,
di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah lawan-lawanya membelokan ajaran
itu menjadi biarlah dosa bertambah
banyak, supaya kasih karunia berlimpah-limpah. “Tentu kalimat ini tidak
menyatakan keyakinan dari lawan-lawan Paulus, sebab mereka penganut hukum
taurat. Tetapi mereka hendak menegaskan bahwa ajaran Paulus tidak bisa tidak
membawa akibat seperi itu; orang akan hidup seenaknya sambil berkata: dengan
demikian kasih karunia akan semakin besar pula”.[3]
Dari pernyataan tersebut Douglas J. Moo menyatakan: “in response, essentially,
Paul argues that the law could never curb sinning and the reign of grace, far
from encouraging sin, is the only means by which sin can truly be defeated”.[4]
1.2 Kita Mati Bagi Dosa
Bagian
ini merupakan jawaban atas tuduhan pada
ayat 1 dimana pada ayat sebelumnya lawan-lawan Paulus menyatakan bahwa dosa
bertambah banyak, supaya kasih karunia berlimpah-limpah sehingga muncul jawaban dari Paulus yang dengan sangat jelas
dan tegas menyatakan: Sekali-kali tidak. Lalu dilanjutkan dengan perkataan Paulus
yang menyatakan kita “telah mati” (Aoris,
mengacu pada saat tertentu pada masa
lalu) yang dalam bahasa yunaninya
οίτινες άπεθανομεν yang artinya kita sebagai orang yang telah mati (sebab kita
telah mati ) “bagi dosa” “(mengacu
pada terjemahan harafiah τῃ άμαρτίᾳ, yang
mengungkapkan hubungan antara pemilik dan miliknya, ‘sehingga kita bukan milik
dosa lagi’).”[5]
Bagaimanakah kita hidup di dalamnya?. Menurut Charles F. Pfeiffer[6]
dan Donal Guthrie[7]:
orang percaya telah mati bagi Kristus, dan bahwa orang percaya adalah satu
dengan Kristus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata-kata telah mati mengacu
pada peristiwa pada masa lampau, dimana disini tidak lagi mengenai perjuangan
melawan dosa dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi panggilan orang-orang
Kristen. Melainkan suatu peristiwa yang bersifat menentukan , sedemikian rupa
sehingga dibandingkan dengan kematian. Kata-kata mati dalam ayat ini juga
mengacu pada peristiwa yang kita alami lebih dari perbuatan kita. Sebab mati
bukanlah sesuatu yang aktif yang kita lakukan, tetapi yang pasif kita alami. Paulus
memakai metafora mati untuk menggambarkan pemisahan total dari kuasa dosa
(kita telah mati) kelepasan dari dosa, lebih tepatnya
menghilangnya kekuatan tubuh tetapi juga yang harus kita ketahui bahwa
berdasarkan konteks perikop ini maka yang di bahas bukan mati bagi dosa dalam
pengertian tentang pertobatan atau semacamnya, melainkan keikutsertaan jemaat
dalam kematian dan penguburan Kristus dalam pengertian suatu waktu sejarah
penebusan.
1.3 Dibaptis dalam kematian
Kristus
Setelah mengatakan
bahwa orang percaya telah mati bersama Kristus, Paulus sekarang mengacu kepada
baptisan disini Paulus mengemukakan suatu kebenaran kemudian mengilustrasikan
kebenaran tersebut. Menurut William Barclay: “apabila kita ingin mengerti
ucapan Paulus kita terlebih dahulu harus ingat bahwa baptisan pada zaman dahulu
berbeda dengan sekarang dimana pada saat itu baptisan hanya diperkenankan pada
orang dewasa, baptisan pada gereja mula-mula sangat erat hubungannya dengan pengakuan
iman dan biasannya baptisan dilakukan dengan penyelaman total dan cara ini
merupakan lambang yang lebih luas artinya dibanding baptisan percikan”.[8]
Dari pernyataan ini dapat kita lihat bahwa Paulus memakai bahasa dan gambaran
yang hampir pada zamannya semua orang mengerti. Ketetapan baptisan difokuskan
pada kematian Kristus, makna dan hasilnya. Tetapi disini Paulus menunjuk kepada
berbagai implikasi baptisan dalam kaitan dengan cara hidup orang Romawi.
“Sehingga ayat ini menunjukkan kepada kita makna baptisan. Dilihat dari sudut
Allah, baptisan itu menandakan dan memateraikan bahwa orang yang dibaptis telah
mati bagi dosa, sama seperti Kristus, yaitu pengampunan dosa dan pembebasan
dari kuasa dosa. Dilihat dari sudut manusia baptisan ini menandakan penerimaan
rahmat Tuhan dengan penuh beriman. Paulus tidak memandang baptisan sebagai
hasil dengan serba otomatis namun pembaptisan lebih daripada sekedar tanda
semata”.[9]
Baptisan merupakan disatukan dengan kematian-Nya.[10] Jadi istilah
“telah mati” disini sengaja di berikan oleh Paulus untuk menunjukan kepada
jemaat di roma bahwa ketika mereka hidup di dalam Kristus maka kematian kristus
membuat dosa tidak lagi berkuasa atas mereka tetapi mereka juga tidak dapat
lagi kembali hidup di dalam dosa, sebagaimana Kristus telah mati satu kali
untuk dosa.
2.
Satu
dengan Kristus (6-10)
2.1
Manusia
lama yang turut disalibkan bersama Kristus
Di dalam ayat 6-10, seperti halnya dalam
ayat 2, Paulus menunjuk kepada peristiwa bersejarah yakni kematian Kristus.
Kata “telah” menyatakan bahwa penyaliban manusia lama “ παλαιος” yaitu keadaan
kita tanpa kristus. Dimana manusia lama kita adalah manusia yang sebelumnnya
belum mengalami lahir baru. “Kata-kata manusia lama tidak boleh ditafsirkan
seakan-akan manusia lama itu hanya sebagian saja dari diri kita. Seandainya
begitu, orang percaya merupakan manusia tiga serangkai, yaitu manusia lama,
manusia baru dan diri orang itu sendiri.”[11]
Melainkan manusia lama adalah keseluruhan hidup kita yang masih hidup di dalam
dosa dan belum mengalami lahir baru. Manusia yang belum lahir baru ini
disalibkan bersama dengan Kristus supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya. Tubuh
ditekankan di sini karena peranan yang dimainkan tubuh dalam tindakan manusia
melaksanakan tindakan berdosanya. Agar jangan kita menghambakan diri lagi
kepada dosa. Di sini dosa dipersonifikasikan sebagai penguasa kejam dosa
memperbudak manusia. Akan tetapi, dalam iman kita menerima bahwa manusia lama
kita telah turut disalibkan. Keyakinan ini berdasarkan berita injil bahwa dalam pandangan Allah manusia lama kita
dihukum dan mati di kayu salib bersama Kristus. Hal ini merupakan perkara iman
yang memandang kenyataan kita sebagaimana dipandang oleh Allah. Allah melalui
Roh-Nya menguatkan iman itu, sehingga berlangsung perjuangan untuk dalam
kehidupan sehari-hari menyalibkan manusia lama dan menempuh hidup yang baru.
2.2 Hidup
Bersama Kristus
Jadi jika kita telah mati dengan Kristus. Kematian kita dengan Kristus merupakan landasan dari keyakinan kita bahwa kita akan dibangkitkan bersama Dia. Kematian Kristus adalah berkaitan dengan dosa dan kemenangan-Nya atas maut bersifat permanen. Hal ini terjadi sekali untuk selama-lamanya. Dia telah menangani masalah dosa untuk selama-lamanya dan telah mengalahkan maut. Dengan kalahnya dosa dan maut, Dia dapat hidup bagi Allah dengan pengalaman-pengalaman tersebut di belakang-Nya. Karena kita telah mati dengan Kristus dan kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Hal ini juga didukung oleh Douglas J.Moo yang menyatakan, Paul now reiterates the tie between dying with christ and being raised with christ that he established in "but if we have died with christ, we believe that we shall also live with him. he does this in order to draw out the significance of that connection as seen in the light of the nature of Christ own death and resurrection. the future form we shall live sparks the same debate as does the future 'we will be (united with his resurrection).[12] Hal ini merupakan kepastian bagi orang percaya, sebab hal itu telah dimateraikan bagi mereka oleh baptisan. Ia tidak hanya mati bagi kita supaya kita bebas dari tuntutan hukum dosa. Ia juga bangkit bagi kita agar kita bisa hidup di dalam Dia. Dan pendapat ini juga di dukung oleh Tremper Logman dan David E. Garland yang menyatakan, “our future resurrection will constitute a final victory over sin and its fruit, death. but this future resurrection is anticipated in our present resurrection. and therefore there is also the possibility of a victory over sin already in the present”.[13]
Jadi jika kita telah mati dengan Kristus. Kematian kita dengan Kristus merupakan landasan dari keyakinan kita bahwa kita akan dibangkitkan bersama Dia. Kematian Kristus adalah berkaitan dengan dosa dan kemenangan-Nya atas maut bersifat permanen. Hal ini terjadi sekali untuk selama-lamanya. Dia telah menangani masalah dosa untuk selama-lamanya dan telah mengalahkan maut. Dengan kalahnya dosa dan maut, Dia dapat hidup bagi Allah dengan pengalaman-pengalaman tersebut di belakang-Nya. Karena kita telah mati dengan Kristus dan kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Hal ini juga didukung oleh Douglas J.Moo yang menyatakan, Paul now reiterates the tie between dying with christ and being raised with christ that he established in "but if we have died with christ, we believe that we shall also live with him. he does this in order to draw out the significance of that connection as seen in the light of the nature of Christ own death and resurrection. the future form we shall live sparks the same debate as does the future 'we will be (united with his resurrection).[12] Hal ini merupakan kepastian bagi orang percaya, sebab hal itu telah dimateraikan bagi mereka oleh baptisan. Ia tidak hanya mati bagi kita supaya kita bebas dari tuntutan hukum dosa. Ia juga bangkit bagi kita agar kita bisa hidup di dalam Dia. Dan pendapat ini juga di dukung oleh Tremper Logman dan David E. Garland yang menyatakan, “our future resurrection will constitute a final victory over sin and its fruit, death. but this future resurrection is anticipated in our present resurrection. and therefore there is also the possibility of a victory over sin already in the present”.[13]
3.
Dosa
yang dikalahkan (11-14)
3.1
Keyakinan
iman
Dalam ayat 11
merumuskan tentang keyakinan iman. Yaitu bahwa mereka telah mati bagi dosa
bersama Kristus. Dan bahwa mereka hidup bagi Allah, juga bersama Kristus. Dalam
kedua kalimat ini tercakup kepercayaan kepada karya Allah Bapa di dalam
Kristus, pengampunan dosa yang diperoleh-Nya, pengudusan hidup yang dikerjakan
oleh Roh Kudus, kebangkitan daging dan kehidupan yang kekal. “Demikianlah orang
percaya mengalami hal-hal yang sama. Jalan itu adalah jalan penyucian, buah
dari pembenaran yang direncanakan Allah. Allah tidak hanya membenarkan tapi
juga memelihara hubungan yang baik dengan-Nya. Kebenaran pertama-tama
diperhitungkan untuk kita tetapi kemudian menjadi milik kita”. [14]
Pendapat
tersebut di atas juga didukung oleh pernyataan John Stott “If Christ’s death was a death to sin (which
it was), and if his resurrection was a resurrection to god (which it was) and
if by faith baptism we have been, then we ourselves have died to sin and risen
to god. We must therefore reckon, consider, regard, look upon or count
ourselves dead to sin but alive to God in, or by reason of our union with,
Christ Jesus.”[15]
Dari kedua
pandangan tersebut di atas maka kita melihat keyakianan akan iman terhadap
Yesus dimana kita telah mati bagi dosa namun hidup dalam Allah dengan persatuan
kita di dalam Yesus Kristus.
“Ayat ini ditutup oleh
kata-kata dalam Kristus Yesus, Yunani en Khristoi Iesou. Kedua huruf ‘e-n’
mengandung pengertian yang luas, sebab mengungkapkan sisi balik dari “bersama
dengan”. Kita mati dan hidup bersama Kristus, karena kita berada di dalam
Kristus. Kenyataan ini pun berakar dalam baptisan. Kita ddibaptis ke dalam
(yunani eis) Kristus, seperti yang dikatakan dalam ayat 3, maka oleh baptisan
itu kita berada dalam (en) Dia, bersatu dengan Dia”.[16]
Bagi Rasul Paulus, Kristus yang pertama dan terutama adalah Dia yang telah
disalibkan, mati dan bangkit. “Maka di dalam Kristus berarti tercakup dalam
kematian-Nya, tercakup dalam kebangkitan-Nya. Dan akhirnya tercakup dalam
kemuliaan-Nya. Tercakup dalam kematian-Nya berarti bahwa Allah memandang
kematian Dia sebagai kematian kita”.[17]
Dari hal ini dapat kita lihat bahwa kita juga mendapat bagian dari kematian
Kristus, yaitu pembenaran dan pelepasan dari kuasa dosa.
3.2 Pelaksanaan
iman
Bagian-bagian
yang kita bahas dalam ayat sebelumnya ialah mengenai hal-hal rohani. Yaitu
membicarakan bagaimana hubungan spiritual antara orang Kristen dan Kristus
melalui baptisan. Bagian sebelumnya juga berbicara tentang jalan yang
memungkinkan orang Kristen hidup dekat dengan Kristus sehingga seluruh
kehidupannya dapat dikatakan di dalam Dia. Dan sekarang kita akan bicara
tentang pelaksanaan peraktisnya. Dalam ayat 12-13 Paulus menarik kesimpulan praktis
dari apa yang telah ditegaskannya dalam ayat-ayat terdahulu, maka dalam kedua
ayat ini Paulus memakai bentuk imperative (Perintah/keharusan) yang seharusnya
dilaksanakan/ dilakukan dalam menjalani kehidupan di dunia. “Tubuh yang fana
mengingatkan kita kepada ‘tubuh dosa’. Dosa yang dimaksud disini bukan tubuh
kita dalam arti fisik saja, seakan jiwa dan roh kita terlepas dari dosa,
sedangkan tubuh tidak. Tapi baik ‘tubuh dosa’ dan juga ‘tubuh fana’ yang
mencakup seluruh diri kita”.[18]
Namun tubuh yang fana tidak sama dengan tubuh dosa. Dalam hal ini Paulus
berbicara kepada orang percaya, yang berada di bawah kuasa Kristus, bukan di
bawah kuasa dosa. Kenyataan ini ditegaskan oleh tambahan supaya kamu jangan
lagi menuruti keiinginannya. Orang percaya tidak boleh mengunakan
anggota-anggota tubuhnya sebagai senjata
kelaliman. Seandainya demikian maka ia terus-menerus berbuat dosa (Yunani
παρ-ιστανετε: yang berarti terus menerus). “Penggunaan yang secara lain, yaitu
sebagai senjata-senjata kebenaran, kebenaran di sini adalah perbuatan manusia
yang sesuai dengan kehendak Tuhan dan itu adalah ‘perbuatan memilih’ (yuanani
parastesate: yang berarti sudah selesai) dan menunjukan orang percaya untuk
hidup suci, meskipun tidak bisa senantiasa tanpa dosa”.[19]
Jangan lanjutkan memberikan anggota-anggota
tubuh kedalam dosa sebagai
senjata kelaliman. Dan hal ini juga
didukung oleh D.A. Carson, “[20]for
we are no longer under law- that is, under the regime of the Mosaic law in
which sin "increased"and brought wrath, (but under grace), the new
regime inaugurated by christ in which "grace reigns through righteousness
to bring eternal life" for a
similar contrast between law dan grace”.
BAB III
Kesimpulan
Bahwa
Roma pasal 6 merupakan jawaban Paulus atas penyalah artian akan anugrah Allah
terhadap manusia berdosa dimana dalam pasal ini Paulus menyatakan bahwa
janganlah kita menyalah artikan anugrah Allah tersebut. Tetapi bagaimana kita
menyadari bahwa kita telah mati bersama-sama dengan Kristus, dan oleh karena
itu kita bisa hidup berkemenangan atas semua dosa-dosa itu dan itu disimbolkan
dengan pembaptisan. Sehingga kita bisa menang terhadap dosa dan tidak mengikuti
keinginan daging kita lagi tetapi hendaklah di dalam seluruh kehidupan kita
kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Stedman Ray, 2009
Petualangan
Menjelajahi Perjanjian Baru, Jakarta: Duta Harapan Dunia.
End Den Van, 1995
Tafsiran
Alkitab Surat Roma, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Moo Douglas, 1981
The
Epistle To The Romans, Michigan/Cambridge: Wm. B. Eerdmans
Publishing.
Pfeiffer Charles, 1962
The
Wycliffe Bible Commentary, Jawa Timur: Gandum Mas.
Guthrie Donald,
2004
Tafsiran
Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
Barclay William, 1983
Surat
Roma,
Jakarta: Bpk Gunung Mulia.
Logman Tremper dan Garland David, 2008
The
Expositors Bible Commentary, Michigan/Cambridge: Zondervan.
Stott Jhon, 1994
The
Message of Romans, England, Inter-Varsity.
Carson D.A, 1953
New Bible Commentary, Nonttingham/England:
Inter Varsity Press
[1] Ray Stedman, Petualangan
Menjelajahi Perjanjian Baru, ( Jakarta: Duta Harapan Dunia, 2009), hal 109
[2] Dr. Van Den End, Tafsiran
Alkitab Surat Roma,(Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1995), hal 299
[3] Dr. Van Den End, Tafsiran
Alkitab Surat Roma, hal 299
[4] Douglas J.Moo, The Epistle To
The Romans,( Michigan/Cambridge: Wm. B. Eerdmans Publishing, 1996), hal 356
[5] Dr. Van Den End, Tafsiran
Alkitab Surat Roma, hal 299
[6] Charles F. Pfeiffer, The
Wycliffe Bible Commentary,( Jawa Timur: Gandum Mas, 1962), hal 545
[7] Donal Guthrie, Tafsiran
Alkitab Masa Kini,( Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004), hal 432
[8] William Barclay, Surat Roma,(
Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1983), hal 128-129
[9] Dr. Van Den End, Tafsiran
Alkitab Surat Roma, hal 299
[10] Donal Guthrie, Tafsiran
Alkitab Masa Kini, hal 432
[11] William Barclay, Surat Roma,
hal 128-129
[12] Douglas J.Moo, The Epistle To
The Romans, hal 377
[13] Tremper Logman dan David Garland, The Expositors Bible Commentary,( Michigan/Cambridge : Zondervan: Michigan/Cambridge,
2008), hal 106
[14] Donal Guthrie, Tafsiran
Alkitab Masa Kin, hal 432
[15] Jhon Stott, The Message of
Romans,( England: Inter-Varsity, 1994), hal
178
[16] Dr. Van Den End, Tafsiran
Alkitab Surat Roma, hal 302
[17] ibid
[18] William Barclay, Surat Roma,hal
134
[19] Donal Guthrie, tafsiran Alkitab masa kini 433
Tidak ada komentar:
Posting Komentar